Keselamatan Telah Disediakan! (Lukas 2: 25-35)
"sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa." (Lukas 2: 30-31)
Sebentar lagi kita bersama akan meninggalkan Tahun 2017, dan menyongsong-memasuki berkat-berkat baru dari Tuhan di perjalanan Tahun Baru, 2018. Mari setia bersyukur memuji - dengan ucap kata, namun khususnya melalui tingkah laku perbuatan nyata - bahwa keselamatan telah dan akan terus disediakan Tuhan Allah. Seperti kesaksian Simeon di perikop akhir tahun ini, yang memuji-meninggikan nama Allah dalam Tuhan Yesus, sekaligus membesarkan hati Yusuf dan Maria yang saat itu sedang membawa bayi Yesus untuk dicatat namanya di sinagoge.
Simeon tinggal di Yerusalem dan dikenal karena kesalehannya dan kedekatannya dengan Allah. Sejumlah pakar yang akrab dengan para penulis Yahudi menemukan bahwa pada masa itu memang ada seseorang yang bernama Simeon, seorang yang terkemuka di Yerusalem, yang adalah anak Hillel dan yang menjadi orang pertama yang memperoleh gelar Rabban, gelar tertinggi yang mereka berikan kepada alim ulama mereka dan hanya diberikan kepada tujuh orang di antara mereka. Ia menggantikan kedudukan ayahnya, Hillel, sebagai pemimpin sekolah tinggi yang didirikan ayahnya, dan juga sebagai pemimpin majelis Sanhedrin. Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa ia dikaruniai roh nubuat, dan ia digeser dari kedudukannya karena ia bersaksi menentang pandangan umum orang-orang Yahudi perihal kerajaan sementara Sang Mesias. Lama Simeon menantikan kedatangan Mesias, penantian dan imannya itu tidak sia-sia. Di bawah pimpinan Roh Kudus, ia bertemu bayi Yesus. Dengan demikian, harapan akan datangnya kelepasan dari Allah dapat terwujud. Maka puji-pujian pun mengalir dari bibirnya karena ia telah melihat terang yang akan mengusir kegelapan dosa dan menyelamatkan bangsa-bangsa.
Bagaimana Simeon bisa mengenali Yesus yang masih bayi itu sebagai Mesias? Kita menemukan jawaban sekaligus refleksi mengakhiri tahun 2017 ini: Pertama, karena Roh Allah yang Kudus menyatakan kebenaran ilahi itu (ayat 26); Kedua, karena setia memelihara kehidupan saleh dan dekat dengan Tuhan (ayat 25). Kedekatan dengan Allah inilah yang juga akan membuat kita lebih peka mendengar suara-Nya, memuji dan memuliakan Allah, dan untuk menyatakan proses penyelamatan Tuhan bagi keluarga, tetangga, masyarakat, kota, bangsa dan dunia. Selamat menyongsong Tahun Baru 2018, selamat terus menerima keselamatan yang telah disediakan Tuhan Yesus Kristus di perjalanan ke depan, dan selamat setia menjadi saluran berkat bagi semua orang, saluran berkat keselamatan-Nya! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Sebentar lagi kita bersama akan meninggalkan Tahun 2017, dan menyongsong-memasuki berkat-berkat baru dari Tuhan di perjalanan Tahun Baru, 2018. Mari setia bersyukur memuji - dengan ucap kata, namun khususnya melalui tingkah laku perbuatan nyata - bahwa keselamatan telah dan akan terus disediakan Tuhan Allah. Seperti kesaksian Simeon di perikop akhir tahun ini, yang memuji-meninggikan nama Allah dalam Tuhan Yesus, sekaligus membesarkan hati Yusuf dan Maria yang saat itu sedang membawa bayi Yesus untuk dicatat namanya di sinagoge.
Simeon tinggal di Yerusalem dan dikenal karena kesalehannya dan kedekatannya dengan Allah. Sejumlah pakar yang akrab dengan para penulis Yahudi menemukan bahwa pada masa itu memang ada seseorang yang bernama Simeon, seorang yang terkemuka di Yerusalem, yang adalah anak Hillel dan yang menjadi orang pertama yang memperoleh gelar Rabban, gelar tertinggi yang mereka berikan kepada alim ulama mereka dan hanya diberikan kepada tujuh orang di antara mereka. Ia menggantikan kedudukan ayahnya, Hillel, sebagai pemimpin sekolah tinggi yang didirikan ayahnya, dan juga sebagai pemimpin majelis Sanhedrin. Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa ia dikaruniai roh nubuat, dan ia digeser dari kedudukannya karena ia bersaksi menentang pandangan umum orang-orang Yahudi perihal kerajaan sementara Sang Mesias. Lama Simeon menantikan kedatangan Mesias, penantian dan imannya itu tidak sia-sia. Di bawah pimpinan Roh Kudus, ia bertemu bayi Yesus. Dengan demikian, harapan akan datangnya kelepasan dari Allah dapat terwujud. Maka puji-pujian pun mengalir dari bibirnya karena ia telah melihat terang yang akan mengusir kegelapan dosa dan menyelamatkan bangsa-bangsa.
Bagaimana Simeon bisa mengenali Yesus yang masih bayi itu sebagai Mesias? Kita menemukan jawaban sekaligus refleksi mengakhiri tahun 2017 ini: Pertama, karena Roh Allah yang Kudus menyatakan kebenaran ilahi itu (ayat 26); Kedua, karena setia memelihara kehidupan saleh dan dekat dengan Tuhan (ayat 25). Kedekatan dengan Allah inilah yang juga akan membuat kita lebih peka mendengar suara-Nya, memuji dan memuliakan Allah, dan untuk menyatakan proses penyelamatan Tuhan bagi keluarga, tetangga, masyarakat, kota, bangsa dan dunia. Selamat menyongsong Tahun Baru 2018, selamat terus menerima keselamatan yang telah disediakan Tuhan Yesus Kristus di perjalanan ke depan, dan selamat setia menjadi saluran berkat bagi semua orang, saluran berkat keselamatan-Nya! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Terang ALLAH Memampukan Kita Melakukan Kehendak-NYA (Lukas 1: 26-38)
"Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia." (Lukas 1: 38)
Di dua Minggu pagi menjelang Hari Natal, sebuah pesan masuk di wa (WhatsApp) saya, "Apakah pak pendeta ada waktu untuk saya berkonsultasi?" Lalu saya berpikir ini pasti sesuatu yang sangat penting, sampai di saat menjelang pelayanan ibadah Minggu meminta waktu. Benar saja, WA itu dari seorang ibu muda yang sekitar 10 tahun lalu berpindah iman karena pernikahan, hidup berkeluarga dengan suami dan kedua anak mereka. Singkatnya, di perjalanan 2 tahun terakhir, terang Allah semakin menyapa sang ibu, yang membawanya tiba di keputusan untuk kembali. "Saya ini domba yang tersesat Pak Pdt. Lusindo, saya rindu kembali". Kerinduannya ini tentu tidak mudah, banyak risiko khususnya dari suami dan keluarga suami, sudah disadari akan dan harus dijalaninya. "Dengan datang ke gereja, saya sekarang semakin mencintai suami saya dan juga anak-anak walau belum seiman" ungkapnya menegaskan bahwa selama ini hidupnya terasa kosong, dan dalam terang kasih Tuhan, ia menikmati damai.
Refleksi Lukas 1: 26-38 kali ini juga tentang seorang perempuan, perempuan muda, manusia biasa yang dipilih Allah menjadi ibu yang luar biasa, Ibu Juruselamat manusia pada segala abad dan tempat. Anugerah yang besar bagi Maria. Respons Maria jadi teladan bagi kita: ia tidak ragu-ragu menerima janji itu. Hal ini merupakan suatu pernyataan penyerahan yang total, walaupun risiko yang harus dihadapi sebagai seorang perempuan yang belum menikah namun hamil - seperti penolakan dari Yusuf dan cemoohan dari keluarga, tetangga dan masyarakat - mungkin akan dihadapinya.
Mari benar-benar hidup dalam terang Allah, mari hidup dimampukan melakukan kehendak-Nya! Ibu muda di cerita awal berani membulatkan tekadnya berkata, "ya, dengan sepenuh hati" untuk kembali hidup dalam terang Allah. Seperti Maria dalam pembacaan kita jelang hari Natal ini, Maria penuh hormat menerima terang dan kehendak Allah, melalui malaikat Gabriel yang memberi salam, "Salam, engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau" (ayat 28). Karena imannya, Maria menerima risiko kehancuran hubungannya dengan Yusuf. Lagipula, Elisabet isteri Zakharia yang juga mengalami kuasa Allah yang juga ajaib, memberi kekuatan kepada Maria. Selamat Hari Ibu (22 Desember 2017), juga salam damai terang Natal Tahun 2017 dan Tahun Baru 2018. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, orang-orang yang mau hidup dalam terang Allah harus berani mengatakan, "Ya Tuhan aku percaya, jadilah padaku kehendak-Mu!" Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Di dua Minggu pagi menjelang Hari Natal, sebuah pesan masuk di wa (WhatsApp) saya, "Apakah pak pendeta ada waktu untuk saya berkonsultasi?" Lalu saya berpikir ini pasti sesuatu yang sangat penting, sampai di saat menjelang pelayanan ibadah Minggu meminta waktu. Benar saja, WA itu dari seorang ibu muda yang sekitar 10 tahun lalu berpindah iman karena pernikahan, hidup berkeluarga dengan suami dan kedua anak mereka. Singkatnya, di perjalanan 2 tahun terakhir, terang Allah semakin menyapa sang ibu, yang membawanya tiba di keputusan untuk kembali. "Saya ini domba yang tersesat Pak Pdt. Lusindo, saya rindu kembali". Kerinduannya ini tentu tidak mudah, banyak risiko khususnya dari suami dan keluarga suami, sudah disadari akan dan harus dijalaninya. "Dengan datang ke gereja, saya sekarang semakin mencintai suami saya dan juga anak-anak walau belum seiman" ungkapnya menegaskan bahwa selama ini hidupnya terasa kosong, dan dalam terang kasih Tuhan, ia menikmati damai.
Refleksi Lukas 1: 26-38 kali ini juga tentang seorang perempuan, perempuan muda, manusia biasa yang dipilih Allah menjadi ibu yang luar biasa, Ibu Juruselamat manusia pada segala abad dan tempat. Anugerah yang besar bagi Maria. Respons Maria jadi teladan bagi kita: ia tidak ragu-ragu menerima janji itu. Hal ini merupakan suatu pernyataan penyerahan yang total, walaupun risiko yang harus dihadapi sebagai seorang perempuan yang belum menikah namun hamil - seperti penolakan dari Yusuf dan cemoohan dari keluarga, tetangga dan masyarakat - mungkin akan dihadapinya.
Mari benar-benar hidup dalam terang Allah, mari hidup dimampukan melakukan kehendak-Nya! Ibu muda di cerita awal berani membulatkan tekadnya berkata, "ya, dengan sepenuh hati" untuk kembali hidup dalam terang Allah. Seperti Maria dalam pembacaan kita jelang hari Natal ini, Maria penuh hormat menerima terang dan kehendak Allah, melalui malaikat Gabriel yang memberi salam, "Salam, engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau" (ayat 28). Karena imannya, Maria menerima risiko kehancuran hubungannya dengan Yusuf. Lagipula, Elisabet isteri Zakharia yang juga mengalami kuasa Allah yang juga ajaib, memberi kekuatan kepada Maria. Selamat Hari Ibu (22 Desember 2017), juga salam damai terang Natal Tahun 2017 dan Tahun Baru 2018. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, orang-orang yang mau hidup dalam terang Allah harus berani mengatakan, "Ya Tuhan aku percaya, jadilah padaku kehendak-Mu!" Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Terang Allah yang Menyelamatkan (Yesaya 61: 8-11)
"Aku bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran, seperti pengantin laki-laki yang mengenakan perhiasan kepala dan seperti pengantin perempuan yang memakai perhiasannya. " (Yesaya 61: 10)
Keselamatan akan mendatangi kita, jika kita berani berjuang hidup dalam kebenaran. Sebaliknya, jika kita lestari dengan ketidakbenaran, kebohongan dan bahkan hidup dalam kegelapan, maka bisa dipastikan hidup kita tidak akan selamat. Frame refleksi tersebut tampak di berita yang tidak baik, saat: "Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto (SN), sudah berbohong dengan berpura-pura sakit. Hal ini disampaikan jaksa dalam sidang dakwaan Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Awalnya, hakim bertanya kepada Novanto mengenai nama lengkapnya. Namun, Novanto tampak lamban merespons berbagai pertanyaan hakim. Beberapa kali dia tidak menjawab. Dengan suara pelan, Novanto mengaku sakit. Hakim lalu bertanya apakah kesehatan Novanto sudah diperiksa dokter sebelum dibawa ke pengadilan. Jaksa Irene Putri memastikan kondisi kesehatan Novanto baik setelah diperiksa dokter. Dokter memeriksa tekanan darah, nadi, dan gula darah Novanto. Jaksa juga menghadirkan empat dokter yang memeriksa Novanto ke hadapan hakim". (Kompas.com - 13/12/2017).
Dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah, juga penghormatan terhadap proses hukum SN yang masih berlangsung, maka kita tiba pada refleksi bahwa semua manusia sesungguhnya diundang Tuhan masuk ke dalam kebenaran dan keselamatan-Nya. Titik persoalannya adalah apakah tiap kita mau dibebaskan, masuk ke dalam kebenaran-keselamatan itu dengan konsekuen bersedia berjuang menegakkan kejujuran pada diri sendiri, menyatakan kebenaran dalam hidup bersama dengan manusia/orang lain dan selalu "takut" akan Tuhan.
Ada kabar baik di ayat 8, bahwa Tuhan akan membebaskan bangsa Israel dari belenggu pembuangan. Israel menyambut kabar baik itu dengan kegembiraan! Nabi Yesaya yang menyampaikan kabar baik ini pun ikut bergembira. Israel bagaikan pengantin wanita yang disambut pengantin pria: "...sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran..." (ayat 10), dan mereka akan dipulihkan seperti kebun yang kembali dipenuhi oleh tanaman yang subur (ayat 11). Mari layak menerima kabar baik, berjuanglah hidup dalam terang kebenaran dan kejujuran, yang bersumber pada Terang Allah yang memulihkan dan pasti menyelamatkan! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Keselamatan akan mendatangi kita, jika kita berani berjuang hidup dalam kebenaran. Sebaliknya, jika kita lestari dengan ketidakbenaran, kebohongan dan bahkan hidup dalam kegelapan, maka bisa dipastikan hidup kita tidak akan selamat. Frame refleksi tersebut tampak di berita yang tidak baik, saat: "Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto (SN), sudah berbohong dengan berpura-pura sakit. Hal ini disampaikan jaksa dalam sidang dakwaan Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Awalnya, hakim bertanya kepada Novanto mengenai nama lengkapnya. Namun, Novanto tampak lamban merespons berbagai pertanyaan hakim. Beberapa kali dia tidak menjawab. Dengan suara pelan, Novanto mengaku sakit. Hakim lalu bertanya apakah kesehatan Novanto sudah diperiksa dokter sebelum dibawa ke pengadilan. Jaksa Irene Putri memastikan kondisi kesehatan Novanto baik setelah diperiksa dokter. Dokter memeriksa tekanan darah, nadi, dan gula darah Novanto. Jaksa juga menghadirkan empat dokter yang memeriksa Novanto ke hadapan hakim". (Kompas.com - 13/12/2017).
Dengan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah, juga penghormatan terhadap proses hukum SN yang masih berlangsung, maka kita tiba pada refleksi bahwa semua manusia sesungguhnya diundang Tuhan masuk ke dalam kebenaran dan keselamatan-Nya. Titik persoalannya adalah apakah tiap kita mau dibebaskan, masuk ke dalam kebenaran-keselamatan itu dengan konsekuen bersedia berjuang menegakkan kejujuran pada diri sendiri, menyatakan kebenaran dalam hidup bersama dengan manusia/orang lain dan selalu "takut" akan Tuhan.
Ada kabar baik di ayat 8, bahwa Tuhan akan membebaskan bangsa Israel dari belenggu pembuangan. Israel menyambut kabar baik itu dengan kegembiraan! Nabi Yesaya yang menyampaikan kabar baik ini pun ikut bergembira. Israel bagaikan pengantin wanita yang disambut pengantin pria: "...sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran..." (ayat 10), dan mereka akan dipulihkan seperti kebun yang kembali dipenuhi oleh tanaman yang subur (ayat 11). Mari layak menerima kabar baik, berjuanglah hidup dalam terang kebenaran dan kejujuran, yang bersumber pada Terang Allah yang memulihkan dan pasti menyelamatkan! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Terang Allah yang Menguduskan (2 Petrus 3: 8-16)
"Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup." (2 Petrus 3: 11)
Hari Jumat hingga Minggu lalu (1-3 Desember 2017) kami sekeluarga diberi kesempatan Allah untuk berlibur ke Semarang, Solo dan Salatiga. Kami sekeluarga sangat menikmati: Jakarta hingga Semarang bersama, lalu menginap di D'Emmerick Salib Putih (dahulu Pondok Remaja Salib Putih, Salatiga), khususnya saat kami sekeluarga bisa beribadah Minggu jam 06:00 pagi di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Salib Putih, teduh sederhana dan nikmat sekali. Namun keindahan serta keindahan diberikan Tuhan ditambah dengan perjalanan kuliner, belanja dan kebersamaan keluarga mencari batik di Solo, berbagai kuliner termasuk Tengkleng Mbak Diah, putar-putar di Salatiga termasuk minum ronde, lalu tidak lupa ke Rawa Pening, dan akhirnya kembali ke Kota Semarang sempat mampir ke Lawang Sewu, saya dan kami pikir sudah selesai ketika persiapan pulang dari Semarang menuju Jakarta. Tetapi rupanya tidak. Inilah yang ingin saya sampaikan: Ketika segala sesuatu kita serahkan dalam terang rancangan dan kasih Tuhan, maka Tuhan bahkan akan terus menambah-nambah dan menyempurnakan kebaikan, keindahan dan kebahagiaan hidup kita. Ketika kami sekeluarga tiba di bandara Soekarno-Hatta, Tuhan Allah menambah dan melengkapi, ketika Ben putra kami dengan polosnya bertanya kepada petugas mobil kecil panjang (sejenis mobil golf panjang) yang memang tersedia, "apakah kami boleh naik ini?" Di sepanjang perjalanan yang cukup jauh jika berjalan kaki, menuju pengambilan barang dan pintu keluar, (hanya) kami sekeluarga menikmati kebersamaan tambah-tambah dapat menaiki mobil pengantar tersebut.
Kelihatannya sepele, namun bagi kami, itu luar biasa menambah dan melengkapi kebahagiaan kami. Ketika kita mau percaya dan mau hidup dalam terang kasih-Nya, percayalah, Tuhan Allah akan menambah lagi segala sesuatu jadi semakin baik! Ayat 11 perikop kita kali ini menasihatkan kita untuk hidup kudus, juga dalam ayat 14 yang berisi janji bahwa langit dan bumi akan diperbaharui lagi. Mengajak serta menegaskan umat di konteks Petrus dan kini termasuk kita yang dosa-dosanya sudah diampuni dan mau berdamai dengan Allah, akan aman dan pasti berbahagia.
Mari menyempurnakan kekudusan, dengan hidup semakin benar dan baik bukan hanya di hadapan manusia, melainkan juga di hadapan Allah. Semua itu memerlukan ketekunan yang sebesar-besarnya. Siapa yang hidupnya lalai, tidak akan pernah menikmati pengudusan dan kebaikan Tuhan (bandingkan Yeremia 48:10). Sorga akan menjadi ganti rugi yang memadai atas segala ketekunan dan kesetiaan kita. Oleh karena itu, marilah kita berusaha dan berjerih payah dalam pekerjaan Tuhan. Berserah dalam pekerjaan dan hidup yang sudah diberikan-Nya. Memberi kesempatan dan waktu yang besar untuk berdoa dan menyerahkan segala perjalanan hidup kita mengakhiri Tahun 2017 ini, semakin bertobat dalam menjalani Minggu-minggu Adven kita, dan benar-benar menyambut keselamatan kita, dalam Natal 2017, juga menyongsong Tahun Baru 2018, bahkan kedatangan-Nya kedua kali, pada akhirnya Allah di dalam Terang Kasih Tuhan Yesus Kristus yang akan selalu menambah-nambah kebaikan dan kebahagiaan hidup kita, menyempurnakan dan menguduskan keselamatan kita. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Hari Jumat hingga Minggu lalu (1-3 Desember 2017) kami sekeluarga diberi kesempatan Allah untuk berlibur ke Semarang, Solo dan Salatiga. Kami sekeluarga sangat menikmati: Jakarta hingga Semarang bersama, lalu menginap di D'Emmerick Salib Putih (dahulu Pondok Remaja Salib Putih, Salatiga), khususnya saat kami sekeluarga bisa beribadah Minggu jam 06:00 pagi di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Salib Putih, teduh sederhana dan nikmat sekali. Namun keindahan serta keindahan diberikan Tuhan ditambah dengan perjalanan kuliner, belanja dan kebersamaan keluarga mencari batik di Solo, berbagai kuliner termasuk Tengkleng Mbak Diah, putar-putar di Salatiga termasuk minum ronde, lalu tidak lupa ke Rawa Pening, dan akhirnya kembali ke Kota Semarang sempat mampir ke Lawang Sewu, saya dan kami pikir sudah selesai ketika persiapan pulang dari Semarang menuju Jakarta. Tetapi rupanya tidak. Inilah yang ingin saya sampaikan: Ketika segala sesuatu kita serahkan dalam terang rancangan dan kasih Tuhan, maka Tuhan bahkan akan terus menambah-nambah dan menyempurnakan kebaikan, keindahan dan kebahagiaan hidup kita. Ketika kami sekeluarga tiba di bandara Soekarno-Hatta, Tuhan Allah menambah dan melengkapi, ketika Ben putra kami dengan polosnya bertanya kepada petugas mobil kecil panjang (sejenis mobil golf panjang) yang memang tersedia, "apakah kami boleh naik ini?" Di sepanjang perjalanan yang cukup jauh jika berjalan kaki, menuju pengambilan barang dan pintu keluar, (hanya) kami sekeluarga menikmati kebersamaan tambah-tambah dapat menaiki mobil pengantar tersebut.
Kelihatannya sepele, namun bagi kami, itu luar biasa menambah dan melengkapi kebahagiaan kami. Ketika kita mau percaya dan mau hidup dalam terang kasih-Nya, percayalah, Tuhan Allah akan menambah lagi segala sesuatu jadi semakin baik! Ayat 11 perikop kita kali ini menasihatkan kita untuk hidup kudus, juga dalam ayat 14 yang berisi janji bahwa langit dan bumi akan diperbaharui lagi. Mengajak serta menegaskan umat di konteks Petrus dan kini termasuk kita yang dosa-dosanya sudah diampuni dan mau berdamai dengan Allah, akan aman dan pasti berbahagia.
Mari menyempurnakan kekudusan, dengan hidup semakin benar dan baik bukan hanya di hadapan manusia, melainkan juga di hadapan Allah. Semua itu memerlukan ketekunan yang sebesar-besarnya. Siapa yang hidupnya lalai, tidak akan pernah menikmati pengudusan dan kebaikan Tuhan (bandingkan Yeremia 48:10). Sorga akan menjadi ganti rugi yang memadai atas segala ketekunan dan kesetiaan kita. Oleh karena itu, marilah kita berusaha dan berjerih payah dalam pekerjaan Tuhan. Berserah dalam pekerjaan dan hidup yang sudah diberikan-Nya. Memberi kesempatan dan waktu yang besar untuk berdoa dan menyerahkan segala perjalanan hidup kita mengakhiri Tahun 2017 ini, semakin bertobat dalam menjalani Minggu-minggu Adven kita, dan benar-benar menyambut keselamatan kita, dalam Natal 2017, juga menyongsong Tahun Baru 2018, bahkan kedatangan-Nya kedua kali, pada akhirnya Allah di dalam Terang Kasih Tuhan Yesus Kristus yang akan selalu menambah-nambah kebaikan dan kebahagiaan hidup kita, menyempurnakan dan menguduskan keselamatan kita. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Terang Allah yang Memulihkan (Mazmur 80: 1-8)
"Ya Tuhan, Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah- Mu bersinar, maka kami akan selamat." (Mazmur 80: 8)
Ketika doa dan perhatian kita tertuju Gunung Agung di Bali yang sudah memasuki level awas, tiba-tiba kita semua menerima kabar bahwa banjir besar dan longsor melanda Yogyakarta dan beberapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Korban Terdampak meliputi 513 kepala keluarga wilayah Gunungkidul, 50 jiwa di Panjatan, Kulon Progo, dan 899 jiwa wilayah Bantul". Saat dikonfirmasi oleh CNNIndonesia.com, BPBD Provinsi DIY menyebutkan bahwa dari bencana banjir kali ini, untuk wilayah Kabupaten Gunung Kidul terdapat satu korban jiwa dari Gedangsari. "Untuk [seluruh Provinsi] DIY, korban jiwa ada empat orang. Tiga orang akibat longsor di Kota Yogyakarta dan satu orang akibat banjir di Gunung Kidul", ujar staf BPBD Provinsi DIY. (CNN Indonesia.com, 28/11/2017).
Di dimensi yang berbeda, namun sama-sama membutuhkan pemulihan yang dari Tuhan, adalah penderitaan yang dialami bangsa Israel saat dijajah bangsa Asyur di konteks perikop Mazmur 80 kali ini. Asaf berdoa agar Israel (Efraim, Benyamin, Manasye mewakili suku-suku Kerajaan Utara) dipulihkan Tuhan kembali, dan pemazmur menegaskan bahwa hanya pengampunan Tuhanlah yang dapat melepaskan mereka dari kesusahan tersebut. Pemazmur mengajak Israel untuk melihat bahwa walaupun Israel memakan roti cucuran air mata dan meminum air mata yang berlimpah-limpah (ayat 6), namun mereka tetaplah memiliki Allah yang sama. Sekalipun mereka telah menjadi bahan olokan dan sasaran kejahatan (ayat 7), namun Allah tetaplah berperan sebagai Gembala Israel. Dialah yang akan menggiring dan memulihkan Israel (ayat 2). Pengharapan akan pemulihan dan penyelamatan ini memiliki intensitas yang semakin memuncak, sebagaimana ditekankan dalam refrein lagunya: "Ya Allah (ayat 4); Ya Allah semesta alam (ayat 8); Ya Tuhan, Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah- Mu bersinar, maka kami akan selamat." Rintihan pilu pemazmur adalah juga pengharapan akan pemulihan yang sedang Tuhan kerjakan, janji untuk setia kepada jalan Tuhan, dan tekad untuk bersaksi demi Nama-Nya.
Mari terus dan semakin berharap-berdoa akan terang pemulihan Allah memberkati Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan semua daerah dan provinsi di Indonesia. Namun yang lebih penting lagi adalah mari dari hal-hal yang paling sederhana membagikan terang pemulihan Allah itu kepada orang-orang di sekitar kita, juga khususnya kepada mereka yang sedang "gelap" karena gunung yang sedang awas, atau banjir longsor, yang membuat mereka terpaksa mengungsi meninggalkan rumah mereka, ketakutan, menangis, kedinginan-kelaparan dan sangat membutuhkan pemulihan dari Allah melalui banyak orang lain, termasuk melalui kita GKJ Nehemia. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Ketika doa dan perhatian kita tertuju Gunung Agung di Bali yang sudah memasuki level awas, tiba-tiba kita semua menerima kabar bahwa banjir besar dan longsor melanda Yogyakarta dan beberapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Korban Terdampak meliputi 513 kepala keluarga wilayah Gunungkidul, 50 jiwa di Panjatan, Kulon Progo, dan 899 jiwa wilayah Bantul". Saat dikonfirmasi oleh CNNIndonesia.com, BPBD Provinsi DIY menyebutkan bahwa dari bencana banjir kali ini, untuk wilayah Kabupaten Gunung Kidul terdapat satu korban jiwa dari Gedangsari. "Untuk [seluruh Provinsi] DIY, korban jiwa ada empat orang. Tiga orang akibat longsor di Kota Yogyakarta dan satu orang akibat banjir di Gunung Kidul", ujar staf BPBD Provinsi DIY. (CNN Indonesia.com, 28/11/2017).
Di dimensi yang berbeda, namun sama-sama membutuhkan pemulihan yang dari Tuhan, adalah penderitaan yang dialami bangsa Israel saat dijajah bangsa Asyur di konteks perikop Mazmur 80 kali ini. Asaf berdoa agar Israel (Efraim, Benyamin, Manasye mewakili suku-suku Kerajaan Utara) dipulihkan Tuhan kembali, dan pemazmur menegaskan bahwa hanya pengampunan Tuhanlah yang dapat melepaskan mereka dari kesusahan tersebut. Pemazmur mengajak Israel untuk melihat bahwa walaupun Israel memakan roti cucuran air mata dan meminum air mata yang berlimpah-limpah (ayat 6), namun mereka tetaplah memiliki Allah yang sama. Sekalipun mereka telah menjadi bahan olokan dan sasaran kejahatan (ayat 7), namun Allah tetaplah berperan sebagai Gembala Israel. Dialah yang akan menggiring dan memulihkan Israel (ayat 2). Pengharapan akan pemulihan dan penyelamatan ini memiliki intensitas yang semakin memuncak, sebagaimana ditekankan dalam refrein lagunya: "Ya Allah (ayat 4); Ya Allah semesta alam (ayat 8); Ya Tuhan, Allah semesta alam, pulihkanlah kami, buatlah wajah- Mu bersinar, maka kami akan selamat." Rintihan pilu pemazmur adalah juga pengharapan akan pemulihan yang sedang Tuhan kerjakan, janji untuk setia kepada jalan Tuhan, dan tekad untuk bersaksi demi Nama-Nya.
Mari terus dan semakin berharap-berdoa akan terang pemulihan Allah memberkati Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan semua daerah dan provinsi di Indonesia. Namun yang lebih penting lagi adalah mari dari hal-hal yang paling sederhana membagikan terang pemulihan Allah itu kepada orang-orang di sekitar kita, juga khususnya kepada mereka yang sedang "gelap" karena gunung yang sedang awas, atau banjir longsor, yang membuat mereka terpaksa mengungsi meninggalkan rumah mereka, ketakutan, menangis, kedinginan-kelaparan dan sangat membutuhkan pemulihan dari Allah melalui banyak orang lain, termasuk melalui kita GKJ Nehemia. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Pengharapan bagi Mereka yang Menderita (Matius 25: 31-46)
"Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25: 40)
Isi perikop kita kali ini adalah tentang penghakiman terakhir. Terdapat beberapa bagian yang diungkapkan dalam bentuk perumpamaan, seperti pemisahan antara domba dan kambing serta percakapan antara hakim dan orang-orang yang diadili. Namun perikop ini secara keseluruhan tidak bisa disebut perumpamaan, mungkin lebih tepat disebut penggambaran mengenai penghakiman terakhir.
Perikop Matius 25:31-46 ini khususnya menekankan soal pengharapan. Pengharapan bagi umat Tuhan di konteks Matius yang sedang galau tentang keselamatan mereka, di tengah berbagai wujud keegoisan, pementingan kekayaan dan kerakusan bahkan kejahatan. Lalu bagaimana umat yang hidup baik setia melakukan firman-Nya tetapi miskin? Tidak memiliki apa-apa untuk dibagikan? Penulis Injil Matius menegaskan bahwa Kristus tetap mengakui mereka sebagai saudara-Nya (baca juga Ibr. 2:11).
Tuhan ingin kita dalam keadaan bagaimanapun, saling memberi bantuan dan pertolongan. Ia akan memperhitungkan kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain, sebagai kebaikan yang dilakukan untuk diri-Nya. Perhatikanlah, Kristus peduli masalah dan penderitaan yang dihadapi semua umat-Nya. Jika Kristus sendiri berada di antara kita, seberapa siapkah kita peduli menolong Dia? Ke dalam penjara misalnya, sesering apakah kita mengunjungi Dia dalam diri mereka yang dipenjara? Dia di dalam diri pasien-pasien di rumah sakit? Dia dalam diri anggota keluarga, jemaat dan para tetangga kita? Bahkan Dia dalam orang-orang yang lapar, haus, muskin dan menderita yang kita jumpai sehari-hari? Mari semakin menempatkan orang lain sebagai saudara, menghadirkan pengharapan bagi mereka yang menderita. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Isi perikop kita kali ini adalah tentang penghakiman terakhir. Terdapat beberapa bagian yang diungkapkan dalam bentuk perumpamaan, seperti pemisahan antara domba dan kambing serta percakapan antara hakim dan orang-orang yang diadili. Namun perikop ini secara keseluruhan tidak bisa disebut perumpamaan, mungkin lebih tepat disebut penggambaran mengenai penghakiman terakhir.
Perikop Matius 25:31-46 ini khususnya menekankan soal pengharapan. Pengharapan bagi umat Tuhan di konteks Matius yang sedang galau tentang keselamatan mereka, di tengah berbagai wujud keegoisan, pementingan kekayaan dan kerakusan bahkan kejahatan. Lalu bagaimana umat yang hidup baik setia melakukan firman-Nya tetapi miskin? Tidak memiliki apa-apa untuk dibagikan? Penulis Injil Matius menegaskan bahwa Kristus tetap mengakui mereka sebagai saudara-Nya (baca juga Ibr. 2:11).
Tuhan ingin kita dalam keadaan bagaimanapun, saling memberi bantuan dan pertolongan. Ia akan memperhitungkan kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain, sebagai kebaikan yang dilakukan untuk diri-Nya. Perhatikanlah, Kristus peduli masalah dan penderitaan yang dihadapi semua umat-Nya. Jika Kristus sendiri berada di antara kita, seberapa siapkah kita peduli menolong Dia? Ke dalam penjara misalnya, sesering apakah kita mengunjungi Dia dalam diri mereka yang dipenjara? Dia di dalam diri pasien-pasien di rumah sakit? Dia dalam diri anggota keluarga, jemaat dan para tetangga kita? Bahkan Dia dalam orang-orang yang lapar, haus, muskin dan menderita yang kita jumpai sehari-hari? Mari semakin menempatkan orang lain sebagai saudara, menghadirkan pengharapan bagi mereka yang menderita. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Mempertanggungjawabkan Talenta dari TUHAN (Matius 25: 14-30)
"Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta. Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta." (Matius 25: 16-17)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang mengatakan, KPK yakin bisa membawa Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto (SN) ke KPK untuk menjalani pemeriksaan. SN merupakan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. "Harus yakin dan seyakin-yakinnya bisa membawa Novanto ke KPK. Ini hanya soal waktu ya", kata Saut dalam acara "Rosi" yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (16/11/2017) malam. Ia mengatakan, KPK akan menunggu kondisi kesehatan SN membaik setelah dikabarkan mengalami kecelakaan lalu lintas. (Kompas.com - 16/11/2017, 21:15 WIB)
Tetap ada pengharapan di hari depan, ketika ada pertanggungjawaban hari ini. Seperti yang diperjuangkan KPK. Pengharapan dalam mempertanggungjawabkan segala bakat atau keahlian, kesempatan, potensi, durasi waktu, kelebihan dan kemampuan (baca: talenta) yang diberi sekaligus dipercayakan Tuhan kepada kita. Sebaliknya, jika tidak bisa mempertanggungjawabkan talenta, apalagi jika kita menyalahgunakan talenta -seperti yang dilakukan SN- maka refleksi praksis perikop kali ini mengingatkan: bersiaplah, akan ada hukuman yang menanti! "...kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi" (ayat 31) sekarang di dunia dan khususnya nanti dalam kekekalan.
Mari semakin doakan KPK, dengan bersama-sama berjuang memberantas korupsi dari diri sendiri. Mari mempertanggungjawabkan talenta (atau talenta-talenta) yang Tuhan anugerahkan kepada tiap kita. Menggunakannya sebaik mungkin untuk membahagiakan serta memberi pengharapan bagi orang lain. Pengharapan benar-benar ada dan akan jadi lebih indah, ketika ada bukti nyata iman yang melahirkan perbuatan berkonsekuensi kekal, yaitu Kerajaan Sorga (ayat 14). Mohon kepada Tuhan untuk menunjukkan talentamu, setialah mengeksplorasi talenta dalam diri kita, lalu terus-menerus mengembangkannya keluar menjadi kebahagiaan bagi banyak manusia, dan (baca lagi ayat 21 juga 23) bagi Tuhan: Sang Pemberi talenta. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang mengatakan, KPK yakin bisa membawa Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto (SN) ke KPK untuk menjalani pemeriksaan. SN merupakan tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. "Harus yakin dan seyakin-yakinnya bisa membawa Novanto ke KPK. Ini hanya soal waktu ya", kata Saut dalam acara "Rosi" yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (16/11/2017) malam. Ia mengatakan, KPK akan menunggu kondisi kesehatan SN membaik setelah dikabarkan mengalami kecelakaan lalu lintas. (Kompas.com - 16/11/2017, 21:15 WIB)
Tetap ada pengharapan di hari depan, ketika ada pertanggungjawaban hari ini. Seperti yang diperjuangkan KPK. Pengharapan dalam mempertanggungjawabkan segala bakat atau keahlian, kesempatan, potensi, durasi waktu, kelebihan dan kemampuan (baca: talenta) yang diberi sekaligus dipercayakan Tuhan kepada kita. Sebaliknya, jika tidak bisa mempertanggungjawabkan talenta, apalagi jika kita menyalahgunakan talenta -seperti yang dilakukan SN- maka refleksi praksis perikop kali ini mengingatkan: bersiaplah, akan ada hukuman yang menanti! "...kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi" (ayat 31) sekarang di dunia dan khususnya nanti dalam kekekalan.
Mari semakin doakan KPK, dengan bersama-sama berjuang memberantas korupsi dari diri sendiri. Mari mempertanggungjawabkan talenta (atau talenta-talenta) yang Tuhan anugerahkan kepada tiap kita. Menggunakannya sebaik mungkin untuk membahagiakan serta memberi pengharapan bagi orang lain. Pengharapan benar-benar ada dan akan jadi lebih indah, ketika ada bukti nyata iman yang melahirkan perbuatan berkonsekuensi kekal, yaitu Kerajaan Sorga (ayat 14). Mohon kepada Tuhan untuk menunjukkan talentamu, setialah mengeksplorasi talenta dalam diri kita, lalu terus-menerus mengembangkannya keluar menjadi kebahagiaan bagi banyak manusia, dan (baca lagi ayat 21 juga 23) bagi Tuhan: Sang Pemberi talenta. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Bijaksana dalam Pengharapan (Amos 5: 18-24)
"Celakalah mereka yang menginginkan hari TUHAN! Apakah gunanya hari TUHAN itu bagimu? Hari itu kegelapan, bukan terang!" (Amos 5: 18)
Tidak ada sorga tanpa hari penghakiman, tidak ada pengharapan tanpa kebijaksanaan dan perbuatan baik, mungkin itu yang bisa mengambarkan isi Sabda Tuhan Allah melalui Amos di konteks perikop kita kali ini. Bagian ini bernada pesimis. Sesungguhnya Tuhan masih terus menganjurkan pertobatan, namun harapan-Nya itu kecil sekali sebab hanya ada segelintir umat bersedia menyambut dan itupun tipis. Umat Allah saat itu hanya mau mencari kebaikan tanpa mau membuang kejahatan.
Sebelumnya bersemi harapan apokaliptis, bahwa akan datang Hari Tuhan ketika Tuhan mengadili semua bangsa dan membela umat-Nya. Tetapi hal yang bersifat janji dan penghiburan itu kini dijadikan Tuhan sebagai ancaman terhadap umat-Nya. Hari itu tidak akan menjadi kesukaan dan penghiburan sebab kekelaman dan murka akan menimpa umat. Tuhan tidak akan pilih kasih. Selama ibadah tidak utuh meliputi seluruh aspek kehidupan, selama itu juga ancaman murka terus mengintai. Kengerian dan celaka belaka, bukan damai dan kesukaan! Ayat 18 adalah Eskatologi, berbicara tentang penghakiman akhir, adanya gambaran umum dan tanda-tanda penghakiman akhir.
Oleh karena itu, kini di hampir durasi akhir tahun 2017, dengan merefleksikan pembacaan kita, mari bijaksana dalam pengharapan. Jangan cepat menganggap diri saleh karena sudah melaksanakan seluruh ibadah Minggu dan berbagai "kegiatan kerohanian" kita tiap hari (berdoa, membaca Alkitab, saat teduh dan menyanyi memuji Tuhan). Panggilan kita tidak hanya itu, tetapi harus meluas sampai kepada semua segi hubungan kemanusiaan kita. Mari berjuang terus menghadirkan sorga yang dari Allah melalui kita kepada sesama manusia. Bertobatlah dari kebiasaan buruk yang tidak sesuai firman-Nya, persilakanlah Roh Kudus Allah lebih menguasai pikiran dan khususnya hati kita. Bertindak, bertingkah laku dan berbuatlah lebih bijaksana: membawa perdamaian dan kesejahteraan bagi semua kehidupan bersama. Ketika kita perbanyak menyayangi dan mengasihi semua orang, maka ada pengharapan. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Tidak ada sorga tanpa hari penghakiman, tidak ada pengharapan tanpa kebijaksanaan dan perbuatan baik, mungkin itu yang bisa mengambarkan isi Sabda Tuhan Allah melalui Amos di konteks perikop kita kali ini. Bagian ini bernada pesimis. Sesungguhnya Tuhan masih terus menganjurkan pertobatan, namun harapan-Nya itu kecil sekali sebab hanya ada segelintir umat bersedia menyambut dan itupun tipis. Umat Allah saat itu hanya mau mencari kebaikan tanpa mau membuang kejahatan.
Sebelumnya bersemi harapan apokaliptis, bahwa akan datang Hari Tuhan ketika Tuhan mengadili semua bangsa dan membela umat-Nya. Tetapi hal yang bersifat janji dan penghiburan itu kini dijadikan Tuhan sebagai ancaman terhadap umat-Nya. Hari itu tidak akan menjadi kesukaan dan penghiburan sebab kekelaman dan murka akan menimpa umat. Tuhan tidak akan pilih kasih. Selama ibadah tidak utuh meliputi seluruh aspek kehidupan, selama itu juga ancaman murka terus mengintai. Kengerian dan celaka belaka, bukan damai dan kesukaan! Ayat 18 adalah Eskatologi, berbicara tentang penghakiman akhir, adanya gambaran umum dan tanda-tanda penghakiman akhir.
Oleh karena itu, kini di hampir durasi akhir tahun 2017, dengan merefleksikan pembacaan kita, mari bijaksana dalam pengharapan. Jangan cepat menganggap diri saleh karena sudah melaksanakan seluruh ibadah Minggu dan berbagai "kegiatan kerohanian" kita tiap hari (berdoa, membaca Alkitab, saat teduh dan menyanyi memuji Tuhan). Panggilan kita tidak hanya itu, tetapi harus meluas sampai kepada semua segi hubungan kemanusiaan kita. Mari berjuang terus menghadirkan sorga yang dari Allah melalui kita kepada sesama manusia. Bertobatlah dari kebiasaan buruk yang tidak sesuai firman-Nya, persilakanlah Roh Kudus Allah lebih menguasai pikiran dan khususnya hati kita. Bertindak, bertingkah laku dan berbuatlah lebih bijaksana: membawa perdamaian dan kesejahteraan bagi semua kehidupan bersama. Ketika kita perbanyak menyayangi dan mengasihi semua orang, maka ada pengharapan. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Pengharapan bagi Mereka yang Diperlakukan Tidak Adil (Mazmur 43: 1-5)
"Berilah keadilan kepadaku, ya Allah, dan perjuangkanlah perkaraku terhadap kaum yang tidak saleh! Luputkanlah aku dari orang penipu dan orang curang!" (Mazmur 43: 1)
Selasa yang lalu (31 Oktober 2017), rombongan dari PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) melakukan pertemuan dengan Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi. PGI dan KPK bersepakat meningkatkan kerjasama pemberantasan korupsi, salah satunya dengan membuat buku "Gereja Melawan Korupsi". Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow mengakui bahwa ada masalah dalam pemberantasan korupsi di kalangan umat Kristiani. Meski begitu, PGI terus mendorong upaya pemberantasan korupsi, menurutnya banyak warga gereja yang juga terjerat tindak pidana korupsi. "Karena itu pendekatan lewat jalur keagamaan sangat penting", kata Jeirry. Pertemuan PGI dan KPK juga dilakukan untuk merespons banyaknya serangan yang ditujukan kepada KPK. "Ada kemarahan publik ketika sekelompok orang melemahkan KPK, mendiskreditkan pimpinan KPK", kata Ketua Umum PGI Henriette Tabita Lebang di gedung KPK. (sumber: Tempo.co, Rabu, 01 Nov 2017).
Korupsi melahirkan ketidakadilan yang sangat besar (kalau bukan dikatakan terbesar) di Indonesia. Bahkan korupsi adalah ketidakadilan itu sendiri! Gereja harus menjadi tempat adanya pengharapan bagi mereka yang diperlakukan tidak adil. Di perikop kita kali ini (Mazmur 43), pemazmur memohon kepada Allah untuk bertindak demi keadilan-Nya, kepada orang-orang mengalami penindasan yang jahat, yaitu penipu, dan orang curang (ayat 1). Pemazmur juga meminta agar Tuhan sebagai tempat "pengungsiannya" bersegera menuntun umat Allah untuk kembali kepada-Nya (ayat 2-3), ini mewakili kerinduan umat Israel untuk lepas dari penjajahan Babel dan kembali ke tanah mereka sendiri. Bagi mereka tempat ibadah yang sejati hanyalah di Yerusalem, kota kudus Allah, Bait yang berdiri di Gunung Sion (ayat 3).
Mari makin setia beribadah dan memuliakan Tuhan Allah, di tiap Hari Minggu dan di setiap hari yang diberikan Allah. Melalui doa dan perbuatan nyata mari lawan korupsi! Mari bersama menjadi GKJ Nehemia yang jujur, transparansi dan memiliki integritas kekudusan-Nya, yang menyalurkan pengharapan (dalam Tuhan) untuk mereka yang diperlakukan tidak adil. Untuk menjaga hati, pikiran dan diri terhadap kejahatan, kita memerlukan saudara seiman yang dapat saling menguatkan. Gereja Tuhan harus berfungsi sebagai kesatuan-kebersamaan yang secara riil saling menerima dan saling menguatkan sebagai suatu keluarga iman, kasih dan pengharapan. Hanya di dalam konteks persekutuan itulah, orang beriman dapat menangkal korupsi dan berbagai kejahatan. Karena Allah adalah kasih dan adil, kita memiliki pengharapan dan semakin dikuatkan untuk menyalurkan pengharapan bagi mereka yang diperlakukan tidak adil. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Selasa yang lalu (31 Oktober 2017), rombongan dari PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) melakukan pertemuan dengan Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi. PGI dan KPK bersepakat meningkatkan kerjasama pemberantasan korupsi, salah satunya dengan membuat buku "Gereja Melawan Korupsi". Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow mengakui bahwa ada masalah dalam pemberantasan korupsi di kalangan umat Kristiani. Meski begitu, PGI terus mendorong upaya pemberantasan korupsi, menurutnya banyak warga gereja yang juga terjerat tindak pidana korupsi. "Karena itu pendekatan lewat jalur keagamaan sangat penting", kata Jeirry. Pertemuan PGI dan KPK juga dilakukan untuk merespons banyaknya serangan yang ditujukan kepada KPK. "Ada kemarahan publik ketika sekelompok orang melemahkan KPK, mendiskreditkan pimpinan KPK", kata Ketua Umum PGI Henriette Tabita Lebang di gedung KPK. (sumber: Tempo.co, Rabu, 01 Nov 2017).
Korupsi melahirkan ketidakadilan yang sangat besar (kalau bukan dikatakan terbesar) di Indonesia. Bahkan korupsi adalah ketidakadilan itu sendiri! Gereja harus menjadi tempat adanya pengharapan bagi mereka yang diperlakukan tidak adil. Di perikop kita kali ini (Mazmur 43), pemazmur memohon kepada Allah untuk bertindak demi keadilan-Nya, kepada orang-orang mengalami penindasan yang jahat, yaitu penipu, dan orang curang (ayat 1). Pemazmur juga meminta agar Tuhan sebagai tempat "pengungsiannya" bersegera menuntun umat Allah untuk kembali kepada-Nya (ayat 2-3), ini mewakili kerinduan umat Israel untuk lepas dari penjajahan Babel dan kembali ke tanah mereka sendiri. Bagi mereka tempat ibadah yang sejati hanyalah di Yerusalem, kota kudus Allah, Bait yang berdiri di Gunung Sion (ayat 3).
Mari makin setia beribadah dan memuliakan Tuhan Allah, di tiap Hari Minggu dan di setiap hari yang diberikan Allah. Melalui doa dan perbuatan nyata mari lawan korupsi! Mari bersama menjadi GKJ Nehemia yang jujur, transparansi dan memiliki integritas kekudusan-Nya, yang menyalurkan pengharapan (dalam Tuhan) untuk mereka yang diperlakukan tidak adil. Untuk menjaga hati, pikiran dan diri terhadap kejahatan, kita memerlukan saudara seiman yang dapat saling menguatkan. Gereja Tuhan harus berfungsi sebagai kesatuan-kebersamaan yang secara riil saling menerima dan saling menguatkan sebagai suatu keluarga iman, kasih dan pengharapan. Hanya di dalam konteks persekutuan itulah, orang beriman dapat menangkal korupsi dan berbagai kejahatan. Karena Allah adalah kasih dan adil, kita memiliki pengharapan dan semakin dikuatkan untuk menyalurkan pengharapan bagi mereka yang diperlakukan tidak adil. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Keluarga yang Menghidupi Kasih (Matius 22: 34-40)
"Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." (Matius 22: 39)
Dari keempat Injil, hanya Injil Matius yang bicara secara khusus tentang gereja, dan sel terkecil dari gereja adalah keluarga. Keluarga-keluarga yang setia dalam kasih Tuhan. Sebab kasih adalah hakikat iman yang sejati. Kasih merupakan kunci dari kehidupan yang menghasilkan sikap sehari-hari yang terbuka, menerima, rukun dan membahagiakan. Kasih kepada Allah membuat orang tidak ingin menyakiti anggota keluarga dan manusia lainnya.
Jangan kalah dengan tekanan-cobaan yang selalu ingin "mematikan" kasih, dan jangan persilakan diri kita menjadi pelakunya! Baca serta renungkan lagi bagian awal perikop kali ini: "Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia" (ayat 34-35). Ketiadaan kasih, memunculkan perbuatan saling menjatuhkan dan merusak!
Marilah menjadi pribadi dan keluarga yang saling menghidupi. Menghidupi di dalam dan antar anggota keluarga. Juga keluar dari keluarga, menjadi anggota "keluarga" yang lebih besar dan luas, "menjadi anggota lingkungan rumah, tempat studi, kerja, dan siap menghidupi orang lain di sekitar kita di manapun berada (refleksi kata "neighbor/tetangga" pada kata "sesamamu" yang artinya "orang-orang yang ada dekat dengan kita berada" dalam ayat 39: "...Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri") dan bahkan bersedia menghidupi semua orang yang menderita, lapar dan haus dengan bantuan sesederhana apapun berdasar cinta kasih Tuhan.
Selamat mengakhiri Bulan Keluarga GKJ Nehemia Tahun 2017. Selamat untuk terus dan semakin menjadi keluarga-keluarga yang mempunyai waktu untuk mengasihi semua orang, sehingga semakin tidak punya waktu untuk membenci. Dalam keadaan bagaimanapun dan kapanpun jua.. selamat setia menjadi keluarga yang menghidupi kasih. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Dari keempat Injil, hanya Injil Matius yang bicara secara khusus tentang gereja, dan sel terkecil dari gereja adalah keluarga. Keluarga-keluarga yang setia dalam kasih Tuhan. Sebab kasih adalah hakikat iman yang sejati. Kasih merupakan kunci dari kehidupan yang menghasilkan sikap sehari-hari yang terbuka, menerima, rukun dan membahagiakan. Kasih kepada Allah membuat orang tidak ingin menyakiti anggota keluarga dan manusia lainnya.
Jangan kalah dengan tekanan-cobaan yang selalu ingin "mematikan" kasih, dan jangan persilakan diri kita menjadi pelakunya! Baca serta renungkan lagi bagian awal perikop kali ini: "Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia" (ayat 34-35). Ketiadaan kasih, memunculkan perbuatan saling menjatuhkan dan merusak!
Marilah menjadi pribadi dan keluarga yang saling menghidupi. Menghidupi di dalam dan antar anggota keluarga. Juga keluar dari keluarga, menjadi anggota "keluarga" yang lebih besar dan luas, "menjadi anggota lingkungan rumah, tempat studi, kerja, dan siap menghidupi orang lain di sekitar kita di manapun berada (refleksi kata "neighbor/tetangga" pada kata "sesamamu" yang artinya "orang-orang yang ada dekat dengan kita berada" dalam ayat 39: "...Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri") dan bahkan bersedia menghidupi semua orang yang menderita, lapar dan haus dengan bantuan sesederhana apapun berdasar cinta kasih Tuhan.
Selamat mengakhiri Bulan Keluarga GKJ Nehemia Tahun 2017. Selamat untuk terus dan semakin menjadi keluarga-keluarga yang mempunyai waktu untuk mengasihi semua orang, sehingga semakin tidak punya waktu untuk membenci. Dalam keadaan bagaimanapun dan kapanpun jua.. selamat setia menjadi keluarga yang menghidupi kasih. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Keluarga Integritas (Matius 22: 15-22)
"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (Matius 22: 21)
Integritas Tuhan Yesus Kristus di konteks ini diuji dan teruji! Bahkan Tuhan adalah Kebenaran itu sendiri. Semua kebenaran lain yang tak berpaut pada-Nya adalah palsu dan sesat. Dia tidak dapat dijerat (ayat 15) oleh orang-orang Farisi yang mengharapkan jawaban entah melawan Kaisar (dengan akibat ditangkap) atau yang mengabdi kaisar (dengan akibat dianggap tidak patriotis). Di ayat 21, tegas dan penuh hikmat Tuhan Yesus menjawab: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah".
Tuhan Yesus mengetahui hati setiap orang. Di ayat 18 contohnya, Dia menghardik kejahatan yang ada di hati orang-orang Farisi itu: Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?" Tuhan membenci kemunafikan, tetapi menyukai ketulusan hati. Tuhan melarang ketidaksetiaan, namun mengajarkan ketaatan mutlak. Tuhan tidak pernah meledankan pengkhianatan, Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus meneladankan integritas dalam pengajaran khususnya melalui perbuatan serta pelayananan-Nya yang nyata hingga rela mati di kayu salib untuk selamatkan semua kita.
Mari menjadi pribadi dan keluarga yang memelihara integritas dalam Tuhan. Respons Tuhan Yesus tadi mencengangkan semua lawannya (ayat 22). Ia mendesak mereka mengakui kekuasaan terbatas pemerintah sambil dan dalam rangka taat penuh kepada Allah. Tuhan ingin kita tetap melakukan apa yang baik dan benar di manapun, kapanpun dan dalam situasional bagaimanapun. Walaupun tidak dilihat oleh manusia, atau dilihat manusia karena dicari-cari kesalahan atas kita, segala perbuatan mewujudkan iman, pengharapan dan kasih kepada sesama dan manusia, Tuhan melihat dan mengetahuinya. Ingatlah bahwa hikmat dan integritas dalam Tuhan Yesus Kristus pasti mengalahkan segala jerat, kelicikan dan tipu daya. Selamat menjadi keluarga ber-integritas! Amin.Pdt. Lusindo Tobing
Integritas Tuhan Yesus Kristus di konteks ini diuji dan teruji! Bahkan Tuhan adalah Kebenaran itu sendiri. Semua kebenaran lain yang tak berpaut pada-Nya adalah palsu dan sesat. Dia tidak dapat dijerat (ayat 15) oleh orang-orang Farisi yang mengharapkan jawaban entah melawan Kaisar (dengan akibat ditangkap) atau yang mengabdi kaisar (dengan akibat dianggap tidak patriotis). Di ayat 21, tegas dan penuh hikmat Tuhan Yesus menjawab: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah".
Tuhan Yesus mengetahui hati setiap orang. Di ayat 18 contohnya, Dia menghardik kejahatan yang ada di hati orang-orang Farisi itu: Tetapi Yesus mengetahui kejahatan hati mereka itu lalu berkata: "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?" Tuhan membenci kemunafikan, tetapi menyukai ketulusan hati. Tuhan melarang ketidaksetiaan, namun mengajarkan ketaatan mutlak. Tuhan tidak pernah meledankan pengkhianatan, Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus meneladankan integritas dalam pengajaran khususnya melalui perbuatan serta pelayananan-Nya yang nyata hingga rela mati di kayu salib untuk selamatkan semua kita.
Mari menjadi pribadi dan keluarga yang memelihara integritas dalam Tuhan. Respons Tuhan Yesus tadi mencengangkan semua lawannya (ayat 22). Ia mendesak mereka mengakui kekuasaan terbatas pemerintah sambil dan dalam rangka taat penuh kepada Allah. Tuhan ingin kita tetap melakukan apa yang baik dan benar di manapun, kapanpun dan dalam situasional bagaimanapun. Walaupun tidak dilihat oleh manusia, atau dilihat manusia karena dicari-cari kesalahan atas kita, segala perbuatan mewujudkan iman, pengharapan dan kasih kepada sesama dan manusia, Tuhan melihat dan mengetahuinya. Ingatlah bahwa hikmat dan integritas dalam Tuhan Yesus Kristus pasti mengalahkan segala jerat, kelicikan dan tipu daya. Selamat menjadi keluarga ber-integritas! Amin.Pdt. Lusindo Tobing
Keluarga Mengucap Syukur (Yesaya 25: 1-5)
"Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi nama-Mu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancangan-Mu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu." (Yesaya 25: 1)
Perikop kita kali ini adalah sebuah ucapan syukur kepada Tuhan karena kemenangan- kemenangan yang dicapai umat Allah! Nabi Yesaya memuji dan memuliakan peranan-Nya sebagai Penyelamat dan Penghibur, dan mengajak umat melakukan penaklukan hati juga diri secara penuh (ayat 1). Keselamatan dari Allah meniadakan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Pihak yang tertekan dan lemah dibebaskan Allah (ayat 2-4). Keselamatan dari-Nya tidak saja soal rohani tetapi untuk seluruh segi kehidupan: baik pribadi maupun keluarga (dan kelompok yang lebih besar lagi).
Pada waktu keselamatan Allah tiba, siapa pun yang mempermainkan kebenaran, keadilan dan tidak mau bertobat akan disingkirkan (ayat 5). Kasih setia Tuhan saja yang bisa membuat kita dan keluarga kita benar-benar selamat, dan mampu mengucap syukur dalam segala hal. Sebaliknya, penderitaan merupakan demonstrasi Allah menempa, mengajar dan membina umat- Nya, mempersiapkan kita mencapai puncak pengharapan kehidupan yang penuh keadilan dan kedamaian. Semua tekanan, serangan angin ribut, badai topan yang menghancurkan dan menyengsarakan manusia akan dihentikan, kegagahan dan kesombongan ditiadakan, kegelapan yang menjebak dan membuat umat-Nya tersesat akan diterangi Kasih, dan panas terik yang tidak membawa kedamaian serta kesejukan akan disingkirkan dari jalan hidup orang percaya, diganti ketenangan dan damai sejahtera tiada habisnya.
Terbukti dalam konteks Yesaya dan konteks Perjanjian Lama secara umum, Allah setia melepaskan umat dari cengkeraman tangan musuh, membungkamkan semarak sorak-sorai musuh. Bahkan di konteks Perjanjian Baru, Allah menghancurleburkan gempita kemenangan dosa lewat pengorbanan Tuhan Yesus Kristus. Tidakkah hati dan pikiran kita tergerak? Mensyukuri berbagai berkat dan keselamatan dari Allah, bahkan yang telah dan selalu berlaku setia sebelum kita sebagai umat merespons kesetiaan-Nya. Mari, sesungguhnya tidak ada penyebab/alasan untuk tidak bersyukur! Bersyukurlah untuk semua yang telah, sedang dan akan Allah lakukan dalam hidup-kehidupan pribadi kita, karena itulah terlampau banyak penyebab untuk setiap keluarga setia berterimakasih, bersyukur selalu. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Perikop kita kali ini adalah sebuah ucapan syukur kepada Tuhan karena kemenangan- kemenangan yang dicapai umat Allah! Nabi Yesaya memuji dan memuliakan peranan-Nya sebagai Penyelamat dan Penghibur, dan mengajak umat melakukan penaklukan hati juga diri secara penuh (ayat 1). Keselamatan dari Allah meniadakan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Pihak yang tertekan dan lemah dibebaskan Allah (ayat 2-4). Keselamatan dari-Nya tidak saja soal rohani tetapi untuk seluruh segi kehidupan: baik pribadi maupun keluarga (dan kelompok yang lebih besar lagi).
Pada waktu keselamatan Allah tiba, siapa pun yang mempermainkan kebenaran, keadilan dan tidak mau bertobat akan disingkirkan (ayat 5). Kasih setia Tuhan saja yang bisa membuat kita dan keluarga kita benar-benar selamat, dan mampu mengucap syukur dalam segala hal. Sebaliknya, penderitaan merupakan demonstrasi Allah menempa, mengajar dan membina umat- Nya, mempersiapkan kita mencapai puncak pengharapan kehidupan yang penuh keadilan dan kedamaian. Semua tekanan, serangan angin ribut, badai topan yang menghancurkan dan menyengsarakan manusia akan dihentikan, kegagahan dan kesombongan ditiadakan, kegelapan yang menjebak dan membuat umat-Nya tersesat akan diterangi Kasih, dan panas terik yang tidak membawa kedamaian serta kesejukan akan disingkirkan dari jalan hidup orang percaya, diganti ketenangan dan damai sejahtera tiada habisnya.
Terbukti dalam konteks Yesaya dan konteks Perjanjian Lama secara umum, Allah setia melepaskan umat dari cengkeraman tangan musuh, membungkamkan semarak sorak-sorai musuh. Bahkan di konteks Perjanjian Baru, Allah menghancurleburkan gempita kemenangan dosa lewat pengorbanan Tuhan Yesus Kristus. Tidakkah hati dan pikiran kita tergerak? Mensyukuri berbagai berkat dan keselamatan dari Allah, bahkan yang telah dan selalu berlaku setia sebelum kita sebagai umat merespons kesetiaan-Nya. Mari, sesungguhnya tidak ada penyebab/alasan untuk tidak bersyukur! Bersyukurlah untuk semua yang telah, sedang dan akan Allah lakukan dalam hidup-kehidupan pribadi kita, karena itulah terlampau banyak penyebab untuk setiap keluarga setia berterimakasih, bersyukur selalu. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Keluarga yang Serupa dengan Kristus (Filipi 3: 4b-14)
"Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya," (Filipi 3: 10)
Apakah tujuan keluarga setiap kita? Jawabannya adalah seperti Rasul Paulus tegaskan, "dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus" (ayat 14). "Tujuan" akar katanya skopos berasal dari skopeo, artinya "memandang kepada," ada ahli yang beranggapan kiasan yang digunakan adalah perlombaan kereta kuda, dan tersedia hadiah. Hadiah adalah milik mereka yang "selalu memandang" dan dengan segenap hati menjawab panggilan surgawi Allah di dalam Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita.
Ayat 10 berbunyi demikian: "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya," dapat menjadi refleksi kuat apakah kita telah mengenal Allah dengan penuh bahkan serupa dengan Kristus? Rasul Paulus di konteks perikop ini mengaku belum, dan itulah yang terus dikejar Paulus. Demikian pula seharusnya kita sebagai umat-Nya dan anggota keluarga Kristus. Menjadi anggota-anggota keluarga yang terus berupaya meninggalkan apa (yang tidak sesuai/tidak serupa dengan Kristus) di belakangnya. Pengenalan kita akan Tuhan jangan pernah terhenti. Melainkan menjadi keluarga-keluarga yang maju-naik terus, tidak mandek pertumbuhan iman, pengharapan dan kasihnya dalam Kristus.
Kepada para anggota keluarga, mari menghayati dan menjadi keluarga yang semakin serupa dengan Kristus. Paulus terus mencari meskipun ia telah mendapatkan, tidak boleh ada yang mencegah dan menghambat kita untuk terus bertumbuh dan berbuah dalam pengenalan akan Kristus, semakin serupa dengan Kristus. Selamat memasuki Masa Penghayatan Hidup Berkeluarga (MPHB) GKJ Nehemia Tahun 2017. Tuhan Yesus Kristus memberkati setiap keluarga kita! Amin.Pdt. Lusindo Tobing
Apakah tujuan keluarga setiap kita? Jawabannya adalah seperti Rasul Paulus tegaskan, "dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus" (ayat 14). "Tujuan" akar katanya skopos berasal dari skopeo, artinya "memandang kepada," ada ahli yang beranggapan kiasan yang digunakan adalah perlombaan kereta kuda, dan tersedia hadiah. Hadiah adalah milik mereka yang "selalu memandang" dan dengan segenap hati menjawab panggilan surgawi Allah di dalam Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita.
Ayat 10 berbunyi demikian: "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya," dapat menjadi refleksi kuat apakah kita telah mengenal Allah dengan penuh bahkan serupa dengan Kristus? Rasul Paulus di konteks perikop ini mengaku belum, dan itulah yang terus dikejar Paulus. Demikian pula seharusnya kita sebagai umat-Nya dan anggota keluarga Kristus. Menjadi anggota-anggota keluarga yang terus berupaya meninggalkan apa (yang tidak sesuai/tidak serupa dengan Kristus) di belakangnya. Pengenalan kita akan Tuhan jangan pernah terhenti. Melainkan menjadi keluarga-keluarga yang maju-naik terus, tidak mandek pertumbuhan iman, pengharapan dan kasihnya dalam Kristus.
Kepada para anggota keluarga, mari menghayati dan menjadi keluarga yang semakin serupa dengan Kristus. Paulus terus mencari meskipun ia telah mendapatkan, tidak boleh ada yang mencegah dan menghambat kita untuk terus bertumbuh dan berbuah dalam pengenalan akan Kristus, semakin serupa dengan Kristus. Selamat memasuki Masa Penghayatan Hidup Berkeluarga (MPHB) GKJ Nehemia Tahun 2017. Tuhan Yesus Kristus memberkati setiap keluarga kita! Amin.Pdt. Lusindo Tobing
Mengasihi Keluarga dengan Kerendahan Hati (Mazmur 25: 1-9)
"Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati." (Mazmur 25: 9)
Seperti orang tua yang membesarkan dan mendidik anak-anaknya, dalam perikop kita kali ini Allah menunjukkan cara tersebut dengan bertindak sebagai navigator yang penuh kasih di perjalanan hidup umat-Nya. Mazmur 25 lahir dari pergumulan seorang Daud yang hidup dalam persekutuan mesra dengan Tuhan. Ia menyadari dosa-dosanya, namun yakin akan kasih setia Allah: "Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN. TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkanjalan kepada orang yang sesat". (ayat 7-8).
Di setiap ibadah Minggu kita, saat pengampunan dosa (berita anugerah) dinyatakan, maka petunjuk hidup baru diberikan. Namun semua berawal dari pengakuan dosa atau pertobatan kita bukan? Mari hiduplah lebih rendah hati dalam pola petunjuk hidup baru yang telah Allah Bapa berikan, manusia acap kali tidak dapat bertahan untuk hidup kudus dan benar, tetapi Allah selalu mengampuni dan memberi kesempatan untuk kita memperbaiki diri. Tuhan Allah sabar dan rendah hati menuntun kehidupan kita (anak-anak Allah) secara pribadi, termasuk keluarga kita masing-masing.
Memasuki triwulan (tiga bulan) terakhir durasi Tahun 2017 dari Tuhan, minggu ini kita bersama menerima pelayanan Allah dalam Sakramen Perjamuan Kudus Sedunia, serta bersama akan menyambut Masa Penghayatan Hidup Berkeluarga (MPHB) di Minggu depan. Mari, setiap pribadi kita mau lebih dimurnikan dalam kerendahan hati, lalu berjuang lebih mengasihi keluarga dengan rendah hati. Sebab keselamatan dan hidup damai sejahtera kita yang berdosa, sesungguhnya ditentukan hanya oleh kerendahan hati Tuhan yang penuh kasih dan kesabaran, bagi semua orang yang mau rendah hati. Ayat 9: "Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati". Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Seperti orang tua yang membesarkan dan mendidik anak-anaknya, dalam perikop kita kali ini Allah menunjukkan cara tersebut dengan bertindak sebagai navigator yang penuh kasih di perjalanan hidup umat-Nya. Mazmur 25 lahir dari pergumulan seorang Daud yang hidup dalam persekutuan mesra dengan Tuhan. Ia menyadari dosa-dosanya, namun yakin akan kasih setia Allah: "Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN. TUHAN itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkanjalan kepada orang yang sesat". (ayat 7-8).
Di setiap ibadah Minggu kita, saat pengampunan dosa (berita anugerah) dinyatakan, maka petunjuk hidup baru diberikan. Namun semua berawal dari pengakuan dosa atau pertobatan kita bukan? Mari hiduplah lebih rendah hati dalam pola petunjuk hidup baru yang telah Allah Bapa berikan, manusia acap kali tidak dapat bertahan untuk hidup kudus dan benar, tetapi Allah selalu mengampuni dan memberi kesempatan untuk kita memperbaiki diri. Tuhan Allah sabar dan rendah hati menuntun kehidupan kita (anak-anak Allah) secara pribadi, termasuk keluarga kita masing-masing.
Memasuki triwulan (tiga bulan) terakhir durasi Tahun 2017 dari Tuhan, minggu ini kita bersama menerima pelayanan Allah dalam Sakramen Perjamuan Kudus Sedunia, serta bersama akan menyambut Masa Penghayatan Hidup Berkeluarga (MPHB) di Minggu depan. Mari, setiap pribadi kita mau lebih dimurnikan dalam kerendahan hati, lalu berjuang lebih mengasihi keluarga dengan rendah hati. Sebab keselamatan dan hidup damai sejahtera kita yang berdosa, sesungguhnya ditentukan hanya oleh kerendahan hati Tuhan yang penuh kasih dan kesabaran, bagi semua orang yang mau rendah hati. Ayat 9: "Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati". Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Menghasilkan Buah-buah Penyelamatan (Filipi 1: 21-30)
"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu." (Filipi 1: 21-30)
Rasul Paulus tidak menguatirkan mengenai keselamatannya. Dia percaya bahwa kesudahan semua penderitaan dan penjara itu adalah keselamatan bagi dirinya. Baik keselamatan dalam arti ia dibebaskan dari pemenjaraan fisik maupun keselamatan surgawi (baca dan maknai ulang ayat 19).
Diri dan jiwa kita adalah milik Kristus, untuk Dia saja -- hidup atau mati -- kita mengabdikan diri. Dalam perikop kita kali ini, yang dikuatirkan Rasul Paulus adalah bagaimana hidupnya tetap dapat mempermuliakan Tuhan baik ketika ia ada di dalam penjara, maupun pada masa mendatang entah dalam keadaan apapun dia, bahkan sampai pada saat kematiannya (ayat 20). Bagi Paulus persoalannya bukan mati atau hidup, asalkan kedua-duanya memuliakan Tuhan.
Mari belajar meneladani Rasul Paulus, agar kita semakin melihat kebutuhan dan sekaligus panggilan Tuhan untuk tetap berkarya di dalam dunia yang kian egois dan keras. Mari semakin berkomitmen taat pada kehendak Allah yaitu tinggal di dalam dunia ini untuk hidup menghasilkan buah (ayat 22, 24-25). Kematian bukan pelarian. Selama kita hidup, kita harus memberi buah: menjadi berkat bagi orang-orang yang kepadanya Tuhan pertemukan. Kalau tiba waktunya kematian menjemput, seperti Paulus dan kitapun tahu, bahwa kita akan ke sorga abadi dan mulia. Namun, sekarang selagi kita hidup, mari semakin bekerja dan melayani Tuhan. Mari semakin menyenangkan hati-Nya dengan semakin menghasilkan buah-buah kebaikan bagi semua orang. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Rasul Paulus tidak menguatirkan mengenai keselamatannya. Dia percaya bahwa kesudahan semua penderitaan dan penjara itu adalah keselamatan bagi dirinya. Baik keselamatan dalam arti ia dibebaskan dari pemenjaraan fisik maupun keselamatan surgawi (baca dan maknai ulang ayat 19).
Diri dan jiwa kita adalah milik Kristus, untuk Dia saja -- hidup atau mati -- kita mengabdikan diri. Dalam perikop kita kali ini, yang dikuatirkan Rasul Paulus adalah bagaimana hidupnya tetap dapat mempermuliakan Tuhan baik ketika ia ada di dalam penjara, maupun pada masa mendatang entah dalam keadaan apapun dia, bahkan sampai pada saat kematiannya (ayat 20). Bagi Paulus persoalannya bukan mati atau hidup, asalkan kedua-duanya memuliakan Tuhan.
Mari belajar meneladani Rasul Paulus, agar kita semakin melihat kebutuhan dan sekaligus panggilan Tuhan untuk tetap berkarya di dalam dunia yang kian egois dan keras. Mari semakin berkomitmen taat pada kehendak Allah yaitu tinggal di dalam dunia ini untuk hidup menghasilkan buah (ayat 22, 24-25). Kematian bukan pelarian. Selama kita hidup, kita harus memberi buah: menjadi berkat bagi orang-orang yang kepadanya Tuhan pertemukan. Kalau tiba waktunya kematian menjemput, seperti Paulus dan kitapun tahu, bahwa kita akan ke sorga abadi dan mulia. Namun, sekarang selagi kita hidup, mari semakin bekerja dan melayani Tuhan. Mari semakin menyenangkan hati-Nya dengan semakin menghasilkan buah-buah kebaikan bagi semua orang. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Ibadah yang Mendorong Pengampunan (Kejadian 50: 15-21)
"Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu. Lalu menangislah Yusuf, ketika orang berkata demikian kepadanya." (Kejadian 50: 17)
Dengan penuh belas kasihan Yusuf menegaskan pengampunan dan kasihnya kepada saudara-saudaranya. Lalu menangislah Yusuf, air matanya adalah air mata kepedihan sebab kecurigaan mereka kepadanya, dan juga air mata rasa haru bisa bertemu.
Merespons saudara-saudaranya, Yusuf meminta mereka memandang hanya kepada Allah untuk pertobatan mereka (baca lagi ayat 19): "Aku inikah pengganti Allah?" Dalam kerendahan hatinya yang besar, ia menganggap mereka menunjukkan rasa hormat yang berlebihan, seolah-olah semua kebahagiaan mereka tergantung pada kebaikannya. Jadi ia merasa perlu berkata kepada mereka, seperti Petrus berkata kepada Kornelius, "Bangunlah, aku hanya manusia saja. Damaikan dirimu dengan Allah terlebih dahulu, maka kamu akan melihat betapa mudahnya berdamai dengan diriku".
Ketika kita mengampuni, atau lebih khusus lagi jika sebaliknya: ketika kita memohon pengampunan dari orang-orang yang telah kita sakiti, kita harus berhati-hati supaya tidak menempatkan diri kita atau mereka sebagai allah: "Aku inikah pengganti Allah, yang hanya di dalam tangan-Nya ada hak pembalasan itu? Tidak, aku akan menyerahkan kamu ke dalam belas kasihan-Nya". Semua ini menjadi pengingatan, jika kita terus memelihara marah, dendam dan atau pembalasan sendiri, sesungguhnya kita telah merampas kedudukan dan hak Allah (maknai Rm. 12:19). Mari teladani Yusuf, dan belajar untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Yusuf mengampuni dan menghibur, menghentikan semua ketakutan saudara-saudaranya, Yusuf menenangkan hati mereka dengan perkataannya. Kepada orang-orang yang kita ampuni, mari bukan hanya kita tenangkan dengan perkataan, tetapi khususnya dengan respons perbuatan-perbuatan baik kita kepada mereka. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Dengan penuh belas kasihan Yusuf menegaskan pengampunan dan kasihnya kepada saudara-saudaranya. Lalu menangislah Yusuf, air matanya adalah air mata kepedihan sebab kecurigaan mereka kepadanya, dan juga air mata rasa haru bisa bertemu.
Merespons saudara-saudaranya, Yusuf meminta mereka memandang hanya kepada Allah untuk pertobatan mereka (baca lagi ayat 19): "Aku inikah pengganti Allah?" Dalam kerendahan hatinya yang besar, ia menganggap mereka menunjukkan rasa hormat yang berlebihan, seolah-olah semua kebahagiaan mereka tergantung pada kebaikannya. Jadi ia merasa perlu berkata kepada mereka, seperti Petrus berkata kepada Kornelius, "Bangunlah, aku hanya manusia saja. Damaikan dirimu dengan Allah terlebih dahulu, maka kamu akan melihat betapa mudahnya berdamai dengan diriku".
Ketika kita mengampuni, atau lebih khusus lagi jika sebaliknya: ketika kita memohon pengampunan dari orang-orang yang telah kita sakiti, kita harus berhati-hati supaya tidak menempatkan diri kita atau mereka sebagai allah: "Aku inikah pengganti Allah, yang hanya di dalam tangan-Nya ada hak pembalasan itu? Tidak, aku akan menyerahkan kamu ke dalam belas kasihan-Nya". Semua ini menjadi pengingatan, jika kita terus memelihara marah, dendam dan atau pembalasan sendiri, sesungguhnya kita telah merampas kedudukan dan hak Allah (maknai Rm. 12:19). Mari teladani Yusuf, dan belajar untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Yusuf mengampuni dan menghibur, menghentikan semua ketakutan saudara-saudaranya, Yusuf menenangkan hati mereka dengan perkataannya. Kepada orang-orang yang kita ampuni, mari bukan hanya kita tenangkan dengan perkataan, tetapi khususnya dengan respons perbuatan-perbuatan baik kita kepada mereka. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Ibadah Memampukan Kita Bersikap Terbuka terhadap Teguran ALLAH (Matius 18: 15-20)
"Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai." (Matius 18: 17)
Ibadah yang kita lakukan, sejatinya adalah proses untuk membuat kita semakin terbuka. Tepatnya dibukakan hati pikiran karena mengalami pencerahan dalam kasih Allah. Bermuara pada kesediaan kita terbuka dan membukakan hati-pikiran orang lain juga. Khususnya terhadap kebiasaan buruk, kesalahan dan dosa-dosa. Dalam perikop kali ini ada petunjuk dari Tuhan Yesus Kristus untuk kita mampu menegur, menasihati dan membimbing orang lain dengan kasih. Teguran dan nasihat itu harus dilakukan bertahap. Pertama, hendaklah dilakukan dalam pembicaraan pribadi antara Anda dan dia (ayat 15). Jika tahap teguran dan nasihat itu tidak ditanggapi, perlu menghadirkan saksi bukan untuk menghakimi, melainkan sebagai upaya menyadarkan (ayat 16) dan seterusnya. Intinya kita mau dipakai menyalurkan teguran Allah kepada diri sendiri dan kepada semua orang.
Sebab sesungguhnya, terbuka terhadap teguran Tuhan akan memampukan kita semakin terbuka mengasihi dan melakukan kebaikan-kebaikan. "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali". (ayat 15). Mendengar teguran Allah adalah ibadah kita. Ibadah di Hari Minggu, namun juga ibadah hari demi hari. Sehingga Dia selalu hadir dalam kehidupan kita bersama keluarga, umat Tuhan (gereja), bahkan masyarakat luas.
"Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka". (ayat 19-20). Mari beribadah dan mempraktikkan ibadah GKJ Nehemia yang lebih terbuka. Urutan liturgi bisa tetap sama, namun isi ibadah seharusnya hati dan sikap kita yang lebih terbuka, lebih mampu saling menerima dan memberi ruang antar umat, lalu di keseharian dengan tetangga, bahkan menrima orang lain yang berbeda sangat tajam dengan kita. Dalam percakapan, dialog, pelayanan gereja, hidup lingkungan masyarakat, kerjasama studi dan kerja kita, mari lebih banyak "menegur" dengan perbuatan nyata, dengan penuh kasih. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Ibadah yang kita lakukan, sejatinya adalah proses untuk membuat kita semakin terbuka. Tepatnya dibukakan hati pikiran karena mengalami pencerahan dalam kasih Allah. Bermuara pada kesediaan kita terbuka dan membukakan hati-pikiran orang lain juga. Khususnya terhadap kebiasaan buruk, kesalahan dan dosa-dosa. Dalam perikop kali ini ada petunjuk dari Tuhan Yesus Kristus untuk kita mampu menegur, menasihati dan membimbing orang lain dengan kasih. Teguran dan nasihat itu harus dilakukan bertahap. Pertama, hendaklah dilakukan dalam pembicaraan pribadi antara Anda dan dia (ayat 15). Jika tahap teguran dan nasihat itu tidak ditanggapi, perlu menghadirkan saksi bukan untuk menghakimi, melainkan sebagai upaya menyadarkan (ayat 16) dan seterusnya. Intinya kita mau dipakai menyalurkan teguran Allah kepada diri sendiri dan kepada semua orang.
Sebab sesungguhnya, terbuka terhadap teguran Tuhan akan memampukan kita semakin terbuka mengasihi dan melakukan kebaikan-kebaikan. "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali". (ayat 15). Mendengar teguran Allah adalah ibadah kita. Ibadah di Hari Minggu, namun juga ibadah hari demi hari. Sehingga Dia selalu hadir dalam kehidupan kita bersama keluarga, umat Tuhan (gereja), bahkan masyarakat luas.
"Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka". (ayat 19-20). Mari beribadah dan mempraktikkan ibadah GKJ Nehemia yang lebih terbuka. Urutan liturgi bisa tetap sama, namun isi ibadah seharusnya hati dan sikap kita yang lebih terbuka, lebih mampu saling menerima dan memberi ruang antar umat, lalu di keseharian dengan tetangga, bahkan menrima orang lain yang berbeda sangat tajam dengan kita. Dalam percakapan, dialog, pelayanan gereja, hidup lingkungan masyarakat, kerjasama studi dan kerja kita, mari lebih banyak "menegur" dengan perbuatan nyata, dengan penuh kasih. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Beribadah dengan Memikirkan Apa yang Dipikirkan Allah (Matius 16: 21-28)
"Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Matius 16: 23)
Pikiran Simon Petrus menentang pikiran Guru dan Tuhannya: Yesus Kristus. Jelas Petrus hanya menggunakan hikmat dunia, bukan hikmat Allah dalam Tuhan Yesus Kristus. Petrus tidak dapat menerima bahwa Mesias, Anak Allah yang hidup, akan mati. Kristus mengungkapkan pemikiran lain yang berbeda kepada Petrus dan para murid-Nya, dengan memberitahukan perihal salib dan penderitaan. Petrus masih sulit berpikir bahwa kematian, bagi Tuhan bukan berarti kekalahan dan atau kegagalan. Kematian-Nya justru mengalahkan maut dan dosa. Tidak sepatutnya Petrus membantah apalagi menasihati-Nya dengan nada memerintah: "Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau" (ayat 22), padahal Kristus telah berkata, "Hal ini harus terjadi" (ayat 21).
Ketika kita ditipu (seperti kasus First Travel), atau ketika musibah bencana alam menghantam (seperti hujan badai dan banjir yang menerjang Texas, Amerika), mari tetap bahkan semakin berpikir seperti Allah berpikir. Bukan pola pikir iblis, Petrus ditegur Tuhan Yesus, "Enyahlah iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."(ayat 23). Hal-hal yang dipikirkan Allah memang seringkali berbenturan dan bersilangan dengan hal-hal yang dipikirkan manusia, seperti kenikmatan daging, kesenangan pribadi, dan nama baik kita saja.
Mari berjuang mewujudkan pikiran-Nya yakni mengasihi, memberkati dan menyelamatkan semua orang. Jika hal-hal ini yang kita pikirkan, maka kedagingan kita sangkal, bahaya bisa kita hadapi, dan kesukaran dapat dijalani serta diselesaikan. Kita semakin bersedia memikirkan keadaan orang lain, bukan hanya diri sendiri dan siap membantu sesama manusia dengan Kasih Allah. Dasar semua itu sekali lagi adalah: selalu memikirkan apa yang dipikirkan Allah. Sehingga kita tidak hanya beribadah di Hari Minggu tok, tetapi di keseharian kita menyembah dan memuliakan (beribadah) Tuhan Allah. Setiap hari, kita mewujudnyatakan pikiran Allah dengan menjalani kehidupan yang menghidupkan! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Pikiran Simon Petrus menentang pikiran Guru dan Tuhannya: Yesus Kristus. Jelas Petrus hanya menggunakan hikmat dunia, bukan hikmat Allah dalam Tuhan Yesus Kristus. Petrus tidak dapat menerima bahwa Mesias, Anak Allah yang hidup, akan mati. Kristus mengungkapkan pemikiran lain yang berbeda kepada Petrus dan para murid-Nya, dengan memberitahukan perihal salib dan penderitaan. Petrus masih sulit berpikir bahwa kematian, bagi Tuhan bukan berarti kekalahan dan atau kegagalan. Kematian-Nya justru mengalahkan maut dan dosa. Tidak sepatutnya Petrus membantah apalagi menasihati-Nya dengan nada memerintah: "Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau" (ayat 22), padahal Kristus telah berkata, "Hal ini harus terjadi" (ayat 21).
Ketika kita ditipu (seperti kasus First Travel), atau ketika musibah bencana alam menghantam (seperti hujan badai dan banjir yang menerjang Texas, Amerika), mari tetap bahkan semakin berpikir seperti Allah berpikir. Bukan pola pikir iblis, Petrus ditegur Tuhan Yesus, "Enyahlah iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."(ayat 23). Hal-hal yang dipikirkan Allah memang seringkali berbenturan dan bersilangan dengan hal-hal yang dipikirkan manusia, seperti kenikmatan daging, kesenangan pribadi, dan nama baik kita saja.
Mari berjuang mewujudkan pikiran-Nya yakni mengasihi, memberkati dan menyelamatkan semua orang. Jika hal-hal ini yang kita pikirkan, maka kedagingan kita sangkal, bahaya bisa kita hadapi, dan kesukaran dapat dijalani serta diselesaikan. Kita semakin bersedia memikirkan keadaan orang lain, bukan hanya diri sendiri dan siap membantu sesama manusia dengan Kasih Allah. Dasar semua itu sekali lagi adalah: selalu memikirkan apa yang dipikirkan Allah. Sehingga kita tidak hanya beribadah di Hari Minggu tok, tetapi di keseharian kita menyembah dan memuliakan (beribadah) Tuhan Allah. Setiap hari, kita mewujudnyatakan pikiran Allah dengan menjalani kehidupan yang menghidupkan! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Peka Mendengar dan Mengenal Suara TUHAN (Yesaya 51: 1-6)
Perhatikanlah suara-Ku, hai bangsa-bangsa, dan pasanglah telinga kepada-Ku, hai suku-suku bangsa! Sebab pengajaran akan keluar dari pada-Ku dan hukum-Ku sebagai terang untuk bangsa-bangsa." (Yesaya 51: 4)
Sejak remaja, saya sudah menyukai seni khususnya musik dan berbagai lagu tradisional. Anda pasti setuju bahwa ada keindahan illahi dalam tiap nada, ada terapi pemulihan dan atau pemberi semangat dalam suara musik asli rakyat itu, dan kebijaksanaan di tiap kata-kalimat syairnya. Seperti keindahan perikop kita kali ini, ada suara Allah yang menghibur Israel. Saat mereka menjalani penderitaan di tanah pembuangan dan sulit merasakan penyertaan-Nya. Namun Allah mengingatkan bahwa berkat Abraham tetap berlaku. Allah mengajak umat-Nya mengenang kembali perbuatan-Nya dahulu saat Ia memberkati keturunan Abraham dan Sara sehingga mereka menjadi bangsa yang besar. Kini Ia akan melakukan perbuatan yang sama (ayat 2-3). Bahkan keselamatan-Nya juga akan datang kepada bangsa-bangsa lain (ayat 4-6).
Mari peka dan mau semakin mendengar suara-Nya melalui kenyataan hidup sehari-hari, termasuk melalui budaya (cara hidup) kita. Suara Allah yang menegur dan menghardik atau menghibur dan menuntun kita.
Walaupun Bulan Budaya GKJ Nehemia kita akan berakhir, namun jangan berhenti peka mendengar dan memgenal Suara-Nya. Mari budayakan juga kesediaan untuk jadi saluran suara Tuhan yang menghibur, menuntun dan menguatkan, kepada semua orang. Amin.
Sejak remaja, saya sudah menyukai seni khususnya musik dan berbagai lagu tradisional. Anda pasti setuju bahwa ada keindahan illahi dalam tiap nada, ada terapi pemulihan dan atau pemberi semangat dalam suara musik asli rakyat itu, dan kebijaksanaan di tiap kata-kalimat syairnya. Seperti keindahan perikop kita kali ini, ada suara Allah yang menghibur Israel. Saat mereka menjalani penderitaan di tanah pembuangan dan sulit merasakan penyertaan-Nya. Namun Allah mengingatkan bahwa berkat Abraham tetap berlaku. Allah mengajak umat-Nya mengenang kembali perbuatan-Nya dahulu saat Ia memberkati keturunan Abraham dan Sara sehingga mereka menjadi bangsa yang besar. Kini Ia akan melakukan perbuatan yang sama (ayat 2-3). Bahkan keselamatan-Nya juga akan datang kepada bangsa-bangsa lain (ayat 4-6).
Mari peka dan mau semakin mendengar suara-Nya melalui kenyataan hidup sehari-hari, termasuk melalui budaya (cara hidup) kita. Suara Allah yang menegur dan menghardik atau menghibur dan menuntun kita.
Walaupun Bulan Budaya GKJ Nehemia kita akan berakhir, namun jangan berhenti peka mendengar dan memgenal Suara-Nya. Mari budayakan juga kesediaan untuk jadi saluran suara Tuhan yang menghibur, menuntun dan menguatkan, kepada semua orang. Amin.
Bertumbuh dalam Perjumpaan (Matius 15: 21-28)
Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh." (Matius 15: 28)
Tindakan Tuhan Yesus Kristus menyembuhkan anak perempuan dari seorang perempuan Kanaan menunjukkan kasih dan kepedulian-Nya. Cinta kasih yang tidak terbatas hanya kepada golongan atau suku atau bangsanya sendiri saja. Dialog di ayat 24 Dia mengoreksi pandangan "sempit" para murid, yang masih beranggapan bahwa Tuhan Yesus diutus hanya untuk orang dan bangsa Yahudi. Kepedulian terhadap bangsa nonyahudi juga ditunjukkan-Nya dengan mengunjungi wilayah utara Galilea ke desa-desa orang-orang lain (yang beragama non Yahudi).
Agama dan budaya bertumbuh dalam perjumpaan dengan agama dan budaya lainnya. Perbuatan mukjizat yang pernah dibuat Tuhan Yesus terhadap umat Yahudi kini dilakukan juga kepada orang-orang non Yahudi. Bagi Tuhan Yesus mereka pun domba-domba hilang yang perlu ditemukan, diterima, dan diselamatkan. Setiap orang, tidak peduli suku, ras, bahasa, bangsa dan agama apapun, memerlukan Kasih sayang-Nya.
Kita jemaat GKJ Nehemia juga dipercayakan Tuhan Yesus untuk terbuka dan membagikan kasih penyelamatan-Nya bagi orang-orang lain. Mari lebih mendoakan dan menerima asisten rumah tangga kita yang suku-budayanya berbeda misalnya, atau mereka yang membantu keseharian kita yang beragama lain. Lalu para tetangga, hingga semua saudara sebangsa setanah air Indonesia. Juga semua manusia penghuni bumi, yang diciptakan Tuhan berbeda-beda. Amin.
Tindakan Tuhan Yesus Kristus menyembuhkan anak perempuan dari seorang perempuan Kanaan menunjukkan kasih dan kepedulian-Nya. Cinta kasih yang tidak terbatas hanya kepada golongan atau suku atau bangsanya sendiri saja. Dialog di ayat 24 Dia mengoreksi pandangan "sempit" para murid, yang masih beranggapan bahwa Tuhan Yesus diutus hanya untuk orang dan bangsa Yahudi. Kepedulian terhadap bangsa nonyahudi juga ditunjukkan-Nya dengan mengunjungi wilayah utara Galilea ke desa-desa orang-orang lain (yang beragama non Yahudi).
Agama dan budaya bertumbuh dalam perjumpaan dengan agama dan budaya lainnya. Perbuatan mukjizat yang pernah dibuat Tuhan Yesus terhadap umat Yahudi kini dilakukan juga kepada orang-orang non Yahudi. Bagi Tuhan Yesus mereka pun domba-domba hilang yang perlu ditemukan, diterima, dan diselamatkan. Setiap orang, tidak peduli suku, ras, bahasa, bangsa dan agama apapun, memerlukan Kasih sayang-Nya.
Kita jemaat GKJ Nehemia juga dipercayakan Tuhan Yesus untuk terbuka dan membagikan kasih penyelamatan-Nya bagi orang-orang lain. Mari lebih mendoakan dan menerima asisten rumah tangga kita yang suku-budayanya berbeda misalnya, atau mereka yang membantu keseharian kita yang beragama lain. Lalu para tetangga, hingga semua saudara sebangsa setanah air Indonesia. Juga semua manusia penghuni bumi, yang diciptakan Tuhan berbeda-beda. Amin.
Keragaman Menumbuhkan Damai Sejahtera (Mazmur 85: 9-14)
Perlihatkanlah kepada kami kasih setia-Mu, ya TUHAN, dan berikanlah kepada kami keselamatan dari pada-Mu!" (Mazmur 85: 8)
Keragaman sebagai anugerah dari Allah, jangan dilihat sebagai kekayaan saja. Tetapi juga bisa menjadi pembawa damai sejahtera bagi kehidupan bersama. Sebagai umat Allah dan gereja-Nya, sesungguhnya kita terpanggil untuk semakin bersedia melayankan damai sejahtera itu bagi semua. Michael Amaladoss dalam buku Wajah Yesus di Asia, berpendapat: "Saya pikir gambaran mengenai Gereja sebagai pelayan, yang memberitakan misteri Pemerintahan Allah, dan siap untuk memberikan hidupnya sebagai saksi, boleh jadi lebih tulen ketimbang gambaran sebagai suatu barisan prajurit pemenang yang telah menaklukkan segalanya di hadapannya. Tepatnya, sebagai bentuk pelayanannya, Gereja membantu menyatukan semua umat manusia, dengan mengembangkan suatu paguyuban umat manusia yang melakukan dialog dan kerja sama". (Amaladoss 1994, 159)
Mari mulai dari pribadi dalam paguyuban keluarga kita masing-masing, yang masuk dalam paguyuban jemaat GKJ Nehemia, jika diperluas lagi bersama paguyuban kota, bangsa dan negara Indonesia, bahkan paguyuban umat Tuhan dan semua manusia yang beragam untuk saling mengasihi, memperjuangkan keadilan, dan setia mewujudkan damai sejahtera. Bahasa yang digunakan pemazmur sangat indah: "Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman" (ayat 11). Bersama menumbuhkan damai sejahtera bersama.
Menurut saya, sekarang GKJ Nehemia (kita semua) semakin "ditantang" oleh konteks kehidupan untuk semakin terbuka, toleran, benar-benar berupaya dari aras umat menghancurkan intoleransi dalam berbagai bentuk. Mari memiliki kemampuan saling menerima keragaman di antara umat, wilayah, komisi dan majelis. Memberi ruang bagi perbedaan dan keanekaragaman yang saling mengasihi. Kemudian bersungguh-sungguh menyambut setiap tamu atau orang baru yang hadir di tiap ibadah serta kegiatan kita. Menghormati tetangga (Carrefour, Pemadam Kebakaran, Points Square, dll), peduli kepada warung di sekitar gereja kita, penjual makanan minuman, ojek online, tukang, menyapa orang asing yang mampir dan siapapun masyarakat yang bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari GKJ Nehemia. Apalagi pembangunan stasiun MRT di depan gereja, sudah seharusnya membuat kita benar-benar bersiap menjadi gereja yang semakin terbuka, sekaligus mawas diri, untuk semakin menghadirkan damai sejahtera bersama. Amin.
Keragaman sebagai anugerah dari Allah, jangan dilihat sebagai kekayaan saja. Tetapi juga bisa menjadi pembawa damai sejahtera bagi kehidupan bersama. Sebagai umat Allah dan gereja-Nya, sesungguhnya kita terpanggil untuk semakin bersedia melayankan damai sejahtera itu bagi semua. Michael Amaladoss dalam buku Wajah Yesus di Asia, berpendapat: "Saya pikir gambaran mengenai Gereja sebagai pelayan, yang memberitakan misteri Pemerintahan Allah, dan siap untuk memberikan hidupnya sebagai saksi, boleh jadi lebih tulen ketimbang gambaran sebagai suatu barisan prajurit pemenang yang telah menaklukkan segalanya di hadapannya. Tepatnya, sebagai bentuk pelayanannya, Gereja membantu menyatukan semua umat manusia, dengan mengembangkan suatu paguyuban umat manusia yang melakukan dialog dan kerja sama". (Amaladoss 1994, 159)
Mari mulai dari pribadi dalam paguyuban keluarga kita masing-masing, yang masuk dalam paguyuban jemaat GKJ Nehemia, jika diperluas lagi bersama paguyuban kota, bangsa dan negara Indonesia, bahkan paguyuban umat Tuhan dan semua manusia yang beragam untuk saling mengasihi, memperjuangkan keadilan, dan setia mewujudkan damai sejahtera. Bahasa yang digunakan pemazmur sangat indah: "Kasih dan kesetiaan akan bertemu, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman" (ayat 11). Bersama menumbuhkan damai sejahtera bersama.
Menurut saya, sekarang GKJ Nehemia (kita semua) semakin "ditantang" oleh konteks kehidupan untuk semakin terbuka, toleran, benar-benar berupaya dari aras umat menghancurkan intoleransi dalam berbagai bentuk. Mari memiliki kemampuan saling menerima keragaman di antara umat, wilayah, komisi dan majelis. Memberi ruang bagi perbedaan dan keanekaragaman yang saling mengasihi. Kemudian bersungguh-sungguh menyambut setiap tamu atau orang baru yang hadir di tiap ibadah serta kegiatan kita. Menghormati tetangga (Carrefour, Pemadam Kebakaran, Points Square, dll), peduli kepada warung di sekitar gereja kita, penjual makanan minuman, ojek online, tukang, menyapa orang asing yang mampir dan siapapun masyarakat yang bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari GKJ Nehemia. Apalagi pembangunan stasiun MRT di depan gereja, sudah seharusnya membuat kita benar-benar bersiap menjadi gereja yang semakin terbuka, sekaligus mawas diri, untuk semakin menghadirkan damai sejahtera bersama. Amin.
Rahmat Allah dalam Keragaman Budaya (Roma 9: 19-26)
Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: "Kamu ini bukanlah umat-Ku," di sana akan dikatakan kepada mereka: "Anak-anak Allah yang hidup." (1 Raja-raja 3: 12)
Koentjaraningrat, seorang guru besar antropologi Indonesia mengingatkan dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, agar kita waspada potensi konflik yang bisa terjadi karena keragaman Indonesia, "Untunglah bahwa hubungan antar suku-bangsa dan golongan dalam masyarakat negara kita itu, belum seburuk seperti di beberapa negara lain dengan suatu masyarakat majemuk, tetapi toh potensi terpendam untuk konflik karena masalah ketegangan antar suku-bangsa dan golongan tidak bisa kita abaikan demikian saja" (Koentjaraningrat 2010, 383).
Karena itu penting untuk semakin memantapkan dan mengimani bahwa keragaman (keanekaragaman) budaya, tradisi, bahasa ibu, suku, agama yang ada di Indonesia adalah sebuah Rahmat dari Allah. Rasul Paulus dalam perikop kita kali ini menunjukkan bahwa, "yaitu kita, yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain, seperti yang difirmankan-Nya juga dalam kitab nabi Hosea: "Yang bukan umat-Ku akan Kusebut: umat-Ku dan yang bukan kekasih: kekasih" (ayat 24-25), (bandingkan Hos. 2:22; 1:10).
Kekurangan kemanusiaan dan bahkan keburukan dalam hidup, tidak menjadi halangan bagi Allah untuk menghadirkan kasih karunia dan belas kasihan. Lihatlah, kecaplah, syukurilah dan mari bersama kelola-lah, kasih yang begitu besar bagi penghuni bumi, dan (khususnya) mulailah dari Indonesia! Rahmat Kasih Allah dalam keragaman kita. Selamat memasuki Bulan Budaya GKJ Nehemia Tahun 2017! Amin.
Koentjaraningrat, seorang guru besar antropologi Indonesia mengingatkan dalam bukunya Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, agar kita waspada potensi konflik yang bisa terjadi karena keragaman Indonesia, "Untunglah bahwa hubungan antar suku-bangsa dan golongan dalam masyarakat negara kita itu, belum seburuk seperti di beberapa negara lain dengan suatu masyarakat majemuk, tetapi toh potensi terpendam untuk konflik karena masalah ketegangan antar suku-bangsa dan golongan tidak bisa kita abaikan demikian saja" (Koentjaraningrat 2010, 383).
Karena itu penting untuk semakin memantapkan dan mengimani bahwa keragaman (keanekaragaman) budaya, tradisi, bahasa ibu, suku, agama yang ada di Indonesia adalah sebuah Rahmat dari Allah. Rasul Paulus dalam perikop kita kali ini menunjukkan bahwa, "yaitu kita, yang telah dipanggil-Nya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain, seperti yang difirmankan-Nya juga dalam kitab nabi Hosea: "Yang bukan umat-Ku akan Kusebut: umat-Ku dan yang bukan kekasih: kekasih" (ayat 24-25), (bandingkan Hos. 2:22; 1:10).
Kekurangan kemanusiaan dan bahkan keburukan dalam hidup, tidak menjadi halangan bagi Allah untuk menghadirkan kasih karunia dan belas kasihan. Lihatlah, kecaplah, syukurilah dan mari bersama kelola-lah, kasih yang begitu besar bagi penghuni bumi, dan (khususnya) mulailah dari Indonesia! Rahmat Kasih Allah dalam keragaman kita. Selamat memasuki Bulan Budaya GKJ Nehemia Tahun 2017! Amin.
Pendidik Hikmat (1 Raja-raja 3: 5-15)
"...sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian,..." (1 Raja-raja 3: 12)
Ada kebiasaan yang cenderung memajukan waktu pada jam tangan dan jam dinding di rumah, lebih dari yang semestinya. Kita mengenalnya dengan istilah "waktu-jam sekolah atau kerja". Tetapi renungkan, mengapa tidak ada yang mengatur jam miliknya mundur? Mungkin jawaban kita beragam, tetapi manusia memang cenderung ingin lebih maju (sampai di sini masih baik), namun bahayanya ego tidak mau ketinggalan, dan semakin berhasrat lebih berada "di depan" dari yang lain.
Bicara hikmat tidaklah melulu soal lebih cepat di depan. Tetapi pertama kali adalah berani belajar mundur: Mengingat, mensyukuri dan meneruskan apa yang baik-benar dari Allah, dan kemudian menjadi saluran berkat bagi orang lain. Hal ini terjadi dalam diri Salomo, ia sadar betul bahwa hanya karunia Allah yang membuat dirinya di usia sangat muda dapat menjadi raja. Selain itu, warisan Daud yang diteruskan Salomo adalah teladan kerohanian: taat beribadah (membangun bait suci dan mempersembahkan korban bakaran) dan setia mengasihi Allah (baca ayat 3). Karena itulah di ayat 6-9, Tuhan Allah mengaruniakan Salomo satu permintaan. Salomo memanfaatkannya dengan memohon hikmat, supaya ia bisa memerintah untuk kebaikan rakyatnya. Salomo tidak meminta kekayaan, kekuasaan dan umur panjang. Salomo tidak mementingkan diri sendiri, tetapi peduli kepada rakyat dan benar-benar mensejahterakan kehidupan mereka.
Mari memohon hikmat Tuhan, dengan dasar hidup mengasihi Allah, menaati firman dan setia beribadah kepada-Nya. Mari "mundur" atas ego diri pribadi, untuk mempersilakan Tuhan Allah berkuasa atas hidup kita. Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat (Amsal 2:6), itu dianugerahkan kepada mereka yang mengasihi Tuhan. Hikmat memampukan kita memiliki pengetahuan, kepandaian, jawaban pergumulan kehidupan dan hal-hal yang terbaik dari Allah (baca lagi ayat 12). Bukan untuk diri sendiri saja, melainkan untuk keluarga, gereja, lingkungan, dan banyak orang lain. Di titik inilah kita akan layak disebut "pendidik hikmat", menjadi salomo-salomo zaman modern, cinta kepada Allah dan selalu peduli mengasihi sesama manusia. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Ada kebiasaan yang cenderung memajukan waktu pada jam tangan dan jam dinding di rumah, lebih dari yang semestinya. Kita mengenalnya dengan istilah "waktu-jam sekolah atau kerja". Tetapi renungkan, mengapa tidak ada yang mengatur jam miliknya mundur? Mungkin jawaban kita beragam, tetapi manusia memang cenderung ingin lebih maju (sampai di sini masih baik), namun bahayanya ego tidak mau ketinggalan, dan semakin berhasrat lebih berada "di depan" dari yang lain.
Bicara hikmat tidaklah melulu soal lebih cepat di depan. Tetapi pertama kali adalah berani belajar mundur: Mengingat, mensyukuri dan meneruskan apa yang baik-benar dari Allah, dan kemudian menjadi saluran berkat bagi orang lain. Hal ini terjadi dalam diri Salomo, ia sadar betul bahwa hanya karunia Allah yang membuat dirinya di usia sangat muda dapat menjadi raja. Selain itu, warisan Daud yang diteruskan Salomo adalah teladan kerohanian: taat beribadah (membangun bait suci dan mempersembahkan korban bakaran) dan setia mengasihi Allah (baca ayat 3). Karena itulah di ayat 6-9, Tuhan Allah mengaruniakan Salomo satu permintaan. Salomo memanfaatkannya dengan memohon hikmat, supaya ia bisa memerintah untuk kebaikan rakyatnya. Salomo tidak meminta kekayaan, kekuasaan dan umur panjang. Salomo tidak mementingkan diri sendiri, tetapi peduli kepada rakyat dan benar-benar mensejahterakan kehidupan mereka.
Mari memohon hikmat Tuhan, dengan dasar hidup mengasihi Allah, menaati firman dan setia beribadah kepada-Nya. Mari "mundur" atas ego diri pribadi, untuk mempersilakan Tuhan Allah berkuasa atas hidup kita. Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat (Amsal 2:6), itu dianugerahkan kepada mereka yang mengasihi Tuhan. Hikmat memampukan kita memiliki pengetahuan, kepandaian, jawaban pergumulan kehidupan dan hal-hal yang terbaik dari Allah (baca lagi ayat 12). Bukan untuk diri sendiri saja, melainkan untuk keluarga, gereja, lingkungan, dan banyak orang lain. Di titik inilah kita akan layak disebut "pendidik hikmat", menjadi salomo-salomo zaman modern, cinta kepada Allah dan selalu peduli mengasihi sesama manusia. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Pendidik Kebaikan (Matius 13: 24-30)
"Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku." (Matius 13: 30)
Aksi bullying yang kembali muncul di Indonesia belakangan ini, membuktikan bahwa di tempat yang baik, di sebuah proses yang diupayakan setia baik, dan di upaya pertumbuhan yang menuju semakin baik, selalu ada ketidak-baikan atau ketidak-benaran dan bahkan kejahatan! Pesan seperti inilah yang ingin disampaikan dan diingatkan Tuhan Yesus Kristus melalui perumpamaan di perikop Matius 13:24-30 kali ini.
Khususnya di konteks Yesus, di daerah Galilea tumbuh semacam lalang yang daunnya mirip daum gandum; orang baru dapat membedakannya ketika gandum dan lalang tersebut mulai berbulir (ayat 26). Selama firman Tuhan ditaburkan di dunia, Iblis terus berusaha menghancurkannya. Tetapi ketika saat menuai tiba, gandum akan dipisahkan dari lalang. Lalang akan diikat berberkas-berkas lalu dibakar. Fokus pengajaran Tuhan Yesus melalui perumpamaan ini ialah penghakiman akhir. Kerajaan Sorga tidak mungkin terdiri dari dua jenis manusia yang bertolak belakang. Kejahatan akan dimusnahkan, dan benih kerajaan yang sudah matang akan dituai.
Mari mulai dari diri sendiri, terus berjuang melakukan kebaikan. Mari bersama dengan orang lain (siapapun, kapanpun dan di manapun), kita memperjuangkan tampilnya kesepakatan yang baik dan semakin bermunculannya perbuatan-perbuatan yang baik. Jangan biarkan "lalang" bullying hanya menjadi persoalan lembaga pendidikan (sekolah dan kampus), apalagi melulu tanggungjawab guru dan dosen. Anak-anak yang masih SD dan SMP sampai bisa melakukan ketidakbaikan dan perbuatan bullying kepada temannya, tentu tidak muncul begitu saja! Kemungkinan besar mereka bertumbuh diberi perlakuan "benih-benih ketidakbaikkan", minimal mencontoh-meneladani "lalang" dari sikap perbuatan orangtua dan atau orang-orang yang lebih tua di dekat mereka. Karena itu sampai nanti dunia berakhir, apapun pekerjaan, fungsi dan posisi kita dalam keluarga, gereja dan masyarakat, jangan menjadi contoh yang tidak baik, tetapi setialah menjadi pendidik-pendidik kebaikan. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Aksi bullying yang kembali muncul di Indonesia belakangan ini, membuktikan bahwa di tempat yang baik, di sebuah proses yang diupayakan setia baik, dan di upaya pertumbuhan yang menuju semakin baik, selalu ada ketidak-baikan atau ketidak-benaran dan bahkan kejahatan! Pesan seperti inilah yang ingin disampaikan dan diingatkan Tuhan Yesus Kristus melalui perumpamaan di perikop Matius 13:24-30 kali ini.
Khususnya di konteks Yesus, di daerah Galilea tumbuh semacam lalang yang daunnya mirip daum gandum; orang baru dapat membedakannya ketika gandum dan lalang tersebut mulai berbulir (ayat 26). Selama firman Tuhan ditaburkan di dunia, Iblis terus berusaha menghancurkannya. Tetapi ketika saat menuai tiba, gandum akan dipisahkan dari lalang. Lalang akan diikat berberkas-berkas lalu dibakar. Fokus pengajaran Tuhan Yesus melalui perumpamaan ini ialah penghakiman akhir. Kerajaan Sorga tidak mungkin terdiri dari dua jenis manusia yang bertolak belakang. Kejahatan akan dimusnahkan, dan benih kerajaan yang sudah matang akan dituai.
Mari mulai dari diri sendiri, terus berjuang melakukan kebaikan. Mari bersama dengan orang lain (siapapun, kapanpun dan di manapun), kita memperjuangkan tampilnya kesepakatan yang baik dan semakin bermunculannya perbuatan-perbuatan yang baik. Jangan biarkan "lalang" bullying hanya menjadi persoalan lembaga pendidikan (sekolah dan kampus), apalagi melulu tanggungjawab guru dan dosen. Anak-anak yang masih SD dan SMP sampai bisa melakukan ketidakbaikan dan perbuatan bullying kepada temannya, tentu tidak muncul begitu saja! Kemungkinan besar mereka bertumbuh diberi perlakuan "benih-benih ketidakbaikkan", minimal mencontoh-meneladani "lalang" dari sikap perbuatan orangtua dan atau orang-orang yang lebih tua di dekat mereka. Karena itu sampai nanti dunia berakhir, apapun pekerjaan, fungsi dan posisi kita dalam keluarga, gereja dan masyarakat, jangan menjadi contoh yang tidak baik, tetapi setialah menjadi pendidik-pendidik kebaikan. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Pendidik Praksis (Matius 13: 18-23)
"Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat." (Matius 13: 23)
Tuhan Yesus sendiri mengajarkan hal praksis (berpikir dan bertindak nyata) ini kepada para murid, melalui perumpamaan tentang seorang penabur yang menaburkan benih. Tentang diri-Nya sendiri, juga tentang murid-murid dan semua orang yang menaburkan "benih" Firman Tuhan. Termasuk Anda dan saya, diutus Tuhan untuk menabur, mendidik dan mengajar orang lain melalui perkataan, khususnya dengan perbuatan dan tingkah laku nyata.
Firman Allah harus ditaburkan kepada semua dan bermacam-macam orang. Oleh karena itu hasilnya akan berbeda, tergantung kualitas hati yang mendengar dan melakukan Firman itu. Ada yang menolak, ada yang menerimanya namun segera murtad karena tekanan dan penindasan. Ada yang menerima namun menempatkan Firman itu pada posisi terakhir, menggantinya dengan kekhawatiran, keserakahan, dan keinginan hawa nafsu lainnya. Namun ada, orang-orang yang menyimpan Firman itu dalam pikiran dan hati yang baik, sehingga dapat menghasilkan banyak buah-buah praksis yang baik.
Mari menjadi praksis dan berpraktik kebaikan yang nyata kepada orang lain. Setiap hari, mari lebih banyak "sung tuladha", salah satu ungkapan yang digunakan Ki Hadjar Dewantara- artinya menebar keteladanan. Khususnya keteladanan iman, pengharapan dan kasih yang dari Tuhan Yesus Kristus (yang praksis tertinggi-Nya di bumi adalah mau mati di kayu salib tebus dosa-dosa manusia) kepada keluarga, tetangga dan semua orang. Selamat menerima Sakramen Perjamuan Kudus-Nya! Mari mau dididik Tuhan, untuk mendidik diri sendiri, agar siap selalu menjadi pendidik praksis bagi orang lain. Mendidik sesama manusia bukan hanya dengan kata-kalimat, tetapi khususnya berbuat nyata, benar-benar praksis mewartakan ajaran cinta Kasih-Nya, melalui tersenyum, menghormati, peduli, membantu, menolong, mendoakan, melayani dan membahagiakan banyak orang lain. Teladan praksis membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Berbuah-buah nyata! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Tuhan Yesus sendiri mengajarkan hal praksis (berpikir dan bertindak nyata) ini kepada para murid, melalui perumpamaan tentang seorang penabur yang menaburkan benih. Tentang diri-Nya sendiri, juga tentang murid-murid dan semua orang yang menaburkan "benih" Firman Tuhan. Termasuk Anda dan saya, diutus Tuhan untuk menabur, mendidik dan mengajar orang lain melalui perkataan, khususnya dengan perbuatan dan tingkah laku nyata.
Firman Allah harus ditaburkan kepada semua dan bermacam-macam orang. Oleh karena itu hasilnya akan berbeda, tergantung kualitas hati yang mendengar dan melakukan Firman itu. Ada yang menolak, ada yang menerimanya namun segera murtad karena tekanan dan penindasan. Ada yang menerima namun menempatkan Firman itu pada posisi terakhir, menggantinya dengan kekhawatiran, keserakahan, dan keinginan hawa nafsu lainnya. Namun ada, orang-orang yang menyimpan Firman itu dalam pikiran dan hati yang baik, sehingga dapat menghasilkan banyak buah-buah praksis yang baik.
Mari menjadi praksis dan berpraktik kebaikan yang nyata kepada orang lain. Setiap hari, mari lebih banyak "sung tuladha", salah satu ungkapan yang digunakan Ki Hadjar Dewantara- artinya menebar keteladanan. Khususnya keteladanan iman, pengharapan dan kasih yang dari Tuhan Yesus Kristus (yang praksis tertinggi-Nya di bumi adalah mau mati di kayu salib tebus dosa-dosa manusia) kepada keluarga, tetangga dan semua orang. Selamat menerima Sakramen Perjamuan Kudus-Nya! Mari mau dididik Tuhan, untuk mendidik diri sendiri, agar siap selalu menjadi pendidik praksis bagi orang lain. Mendidik sesama manusia bukan hanya dengan kata-kalimat, tetapi khususnya berbuat nyata, benar-benar praksis mewartakan ajaran cinta Kasih-Nya, melalui tersenyum, menghormati, peduli, membantu, menolong, mendoakan, melayani dan membahagiakan banyak orang lain. Teladan praksis membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Berbuah-buah nyata! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Pendidik Harapan (Mazmur 145: 8-16)
"Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya;" (Mazmur 145: 15)
Setiap orangtua memiliki harapan terhadap anak atau anak-anaknya, dan bisa dipastikan harapan itu pasti besar dan baik. Persoalannya adalah ke mana atau pada siapa kita (dan khususnya tiap orangtua) menaruh harapan-harapan tersebut? Melalui pemazmur yang memakai bentuk akrostik -mengawali setiap ayat dengan sebuah huruf dari abjad Ibrani- firman Tuhan kali ini memberi dan menegaskan jawabannya: Serahkan dan hiduplah dengan pengharapan dalam tangan dan kuat kasih Allah. "Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya; Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup." (ayat 15-16).
Ya, sebab hanya Dialah pemberi dan pemenuh (disimbolkan "makanan") bahkan mengenyangkan segala kebutuhan, baik jasmani maupun imani. Mazmur 145 mengajarkan kita untuk mengucap syukur dan memuliakan-Nya. Sebab Allah adalah pengharapan, sekaligus Sang sumber didikan/pengajaran untuk berharap. Dia lamban marah karena pelanggaran kita dan cepat menunjukkan kasih dan kemurahan apabila pengampunan diminta, Allah adalah Guru di atas semua guru, Pendidik di atas semua pendidik yang baik, penuh rahmat (bandingkan Keluaran 3:7 & Hakim-hakim 2:18) dan pasti bisa diharapkan. Mari tetap memiliki pengharapan dalam Tuhan Allah. Diajar dan bersedia mengajar pengharapan; dididik dan siap menjadi pendidik pengharapan, kepada keluarga dan semua orang. Itulah mengapa Gereja memberlakukan Baptisan dan Sidi. Baptis sebagai tanda awal seorang (bayi atau sudah dewasa) masuk ke dalam keluarga yang berpengharapan pasti akan keselamatan-Nya. Sedangkan Sidi menjadi proses memantapkan pengharapan (juga iman dan kasih dalam Kristus) secara pribadi, untuk akhirnya menjadi sosok yang bisa diharapkan membawa terang keselamatan Tuhan kepada orang-orang di sekitarnya. Selamat berpengharapan dan berpengharapan selamat! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Setiap orangtua memiliki harapan terhadap anak atau anak-anaknya, dan bisa dipastikan harapan itu pasti besar dan baik. Persoalannya adalah ke mana atau pada siapa kita (dan khususnya tiap orangtua) menaruh harapan-harapan tersebut? Melalui pemazmur yang memakai bentuk akrostik -mengawali setiap ayat dengan sebuah huruf dari abjad Ibrani- firman Tuhan kali ini memberi dan menegaskan jawabannya: Serahkan dan hiduplah dengan pengharapan dalam tangan dan kuat kasih Allah. "Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya; Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup." (ayat 15-16).
Ya, sebab hanya Dialah pemberi dan pemenuh (disimbolkan "makanan") bahkan mengenyangkan segala kebutuhan, baik jasmani maupun imani. Mazmur 145 mengajarkan kita untuk mengucap syukur dan memuliakan-Nya. Sebab Allah adalah pengharapan, sekaligus Sang sumber didikan/pengajaran untuk berharap. Dia lamban marah karena pelanggaran kita dan cepat menunjukkan kasih dan kemurahan apabila pengampunan diminta, Allah adalah Guru di atas semua guru, Pendidik di atas semua pendidik yang baik, penuh rahmat (bandingkan Keluaran 3:7 & Hakim-hakim 2:18) dan pasti bisa diharapkan. Mari tetap memiliki pengharapan dalam Tuhan Allah. Diajar dan bersedia mengajar pengharapan; dididik dan siap menjadi pendidik pengharapan, kepada keluarga dan semua orang. Itulah mengapa Gereja memberlakukan Baptisan dan Sidi. Baptis sebagai tanda awal seorang (bayi atau sudah dewasa) masuk ke dalam keluarga yang berpengharapan pasti akan keselamatan-Nya. Sedangkan Sidi menjadi proses memantapkan pengharapan (juga iman dan kasih dalam Kristus) secara pribadi, untuk akhirnya menjadi sosok yang bisa diharapkan membawa terang keselamatan Tuhan kepada orang-orang di sekitarnya. Selamat berpengharapan dan berpengharapan selamat! Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Pendidik Kebenaran (Yeremia 28: 5-9)
"Dalam tahun itu juga, pada permulaan pemerintahan Zedekia, raja Yehuda, dalam bulan yang kelima tahun yang keempat, berkatalah nabi Hananya bin Azur yang berasal dari Gibeon itu kepadaku di rumah TUHAN, di depan mata imam-imam dan seluruh rakyat:" (Yeremia 28: 7)
Hoax atau berita palsu rupanya sudah ada di zaman Perjanjian Lama, khususnya di konteks nabi Yeremia. Berita "nubuat" dari Hananya dengan mengatasnamakan Tuhan bahwa kuk Babel akan patah dalam dua tahun (baca juga ayat 2-4), rupanya adalah nubuat palsu. Bagaimana respons nabi Yeremia? Sangat bijaksana, nabi Yeremia membantah pemberitaan Hananya dengan penuh kehati-hatian (5-6).
Ia meminta semua rakyat Yehuda menganalisa pemberitaan itu berdasarkan kebenaran yang pernah disampaikan oleh nabi-nabi sebelumnya (8-9). Ketika Hananya mulai menggunakan kekerasaan, ia pilih menyingkir. Nabi Yeremia kembali menemui Hananya setelah Allah memerintahkannya memberitakan kepastian penghukuman Allah atas Yehuda, dan tentang kematian Hananya karena menyesatkan bangsa pilihan Allah (12-16). Dua bulan kemudian Hananya mati (17). Di sinilah kebenaran Firman Allah melalui Nabi Yeremia teruji dan terbukti!
Mari jangan mudah terpengaruh dengan berita apalagi "nubuat" yang tampaknya spektakuler, bahkan dari hamba Tuhan terkenal sekalipun (seperti cara spektakuler yang dilakukan Hananya, coba baca ayat 10-11). Ujilah setiap berita dan ajaran dalam terang firman Tuhan. Setialah berpegang pada kebenaran firman Tuhan, dengan rasional belajarlah dari ajaran, sejarah gereja dan para pengajar Iman Kristen, dan yang terakhir: mari miliki hati yang selalu mendengar suara Roh Kudus, Roh Kebenaran. Jangan mudah terprovokasi, ikut-ikutan menyebarkan hoax dan atau melakukan perbuatan kekerasan yang merusak kehidupan bersama. Mari jadi penerima kebenaran, dengan menjadi pelaku-pelaku kebenaran, mari bersiap sedialah dipakai-Nya menjadi pendidik kebenaran bagi keluarga dan semua orang, melalui kata-kata yang benar dan perbuatan-tingkah laku yang benar setiap hari. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Hoax atau berita palsu rupanya sudah ada di zaman Perjanjian Lama, khususnya di konteks nabi Yeremia. Berita "nubuat" dari Hananya dengan mengatasnamakan Tuhan bahwa kuk Babel akan patah dalam dua tahun (baca juga ayat 2-4), rupanya adalah nubuat palsu. Bagaimana respons nabi Yeremia? Sangat bijaksana, nabi Yeremia membantah pemberitaan Hananya dengan penuh kehati-hatian (5-6).
Ia meminta semua rakyat Yehuda menganalisa pemberitaan itu berdasarkan kebenaran yang pernah disampaikan oleh nabi-nabi sebelumnya (8-9). Ketika Hananya mulai menggunakan kekerasaan, ia pilih menyingkir. Nabi Yeremia kembali menemui Hananya setelah Allah memerintahkannya memberitakan kepastian penghukuman Allah atas Yehuda, dan tentang kematian Hananya karena menyesatkan bangsa pilihan Allah (12-16). Dua bulan kemudian Hananya mati (17). Di sinilah kebenaran Firman Allah melalui Nabi Yeremia teruji dan terbukti!
Mari jangan mudah terpengaruh dengan berita apalagi "nubuat" yang tampaknya spektakuler, bahkan dari hamba Tuhan terkenal sekalipun (seperti cara spektakuler yang dilakukan Hananya, coba baca ayat 10-11). Ujilah setiap berita dan ajaran dalam terang firman Tuhan. Setialah berpegang pada kebenaran firman Tuhan, dengan rasional belajarlah dari ajaran, sejarah gereja dan para pengajar Iman Kristen, dan yang terakhir: mari miliki hati yang selalu mendengar suara Roh Kudus, Roh Kebenaran. Jangan mudah terprovokasi, ikut-ikutan menyebarkan hoax dan atau melakukan perbuatan kekerasan yang merusak kehidupan bersama. Mari jadi penerima kebenaran, dengan menjadi pelaku-pelaku kebenaran, mari bersiap sedialah dipakai-Nya menjadi pendidik kebenaran bagi keluarga dan semua orang, melalui kata-kata yang benar dan perbuatan-tingkah laku yang benar setiap hari. Amin. Pdt. Lusindo Tobing
Tidak Menjadi Hamba Dosa (Roma 6: 1-11)
"Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (Roma 6: 6)
Sahabat-sahabat umat muslim telah menyelesaikan bulan suci, bulan puasanya, dan kini memasuki Lebaran. "Selamat Hari lebaran atau selamat Idul Fitri...," mari katakan itu dengan tulus kepada tetangga, sahabat, dan bahkan anggota keluarga besar kita yang merayakannya.
Dalam iman kekristenan kita, kesucian hanya ada dalam Kristus. Tepatnya, jika kita mau hidup dalam kuasa dan kasih Allah yang menjadi manusia: Tuhan Yesus Kristus, yang telah disalibkan untuk menebus dosa-dosa manusia. "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa" (ayat 6). Refleksi tegas dari perikop kita di Minggu terakhir bulan Juni 2017 ini adalah peralihan dari hidup lama ke hidup baru, harus semakin baru, bukan kembali ke hidup yang lama, tetapi dengan kekuatan Roh Allah Yang Kudus, kita dimampukan untuk semakin dibarui. Semakin terang dan bersukacita!
Mari, jangan kembali gelap, jangan lagi menjadi hamba dosa! Dalam urapan Roh Kudus, Kasih Allah Bapa dan pengorbanan Tuhan Yesus Kristus, dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuh kita yang fana. Mari lebih berserah hati, berserah rasional dan berserah seluruh tubuh kepada-Nya untuk kita dipakai menjadi senjata dan pejuang kebenaran. Selamat menjadi "hamba Terang Kasih-Nya". Selamat menikmati liburan bersama anggota keluarga, selamat semakin bertambah menerima kasih karunia Allah, dan tiap hari, selamat lebih sering membagikan kebahagiaan dan sukacita nyata kepada semua. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Sahabat-sahabat umat muslim telah menyelesaikan bulan suci, bulan puasanya, dan kini memasuki Lebaran. "Selamat Hari lebaran atau selamat Idul Fitri...," mari katakan itu dengan tulus kepada tetangga, sahabat, dan bahkan anggota keluarga besar kita yang merayakannya.
Dalam iman kekristenan kita, kesucian hanya ada dalam Kristus. Tepatnya, jika kita mau hidup dalam kuasa dan kasih Allah yang menjadi manusia: Tuhan Yesus Kristus, yang telah disalibkan untuk menebus dosa-dosa manusia. "Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa" (ayat 6). Refleksi tegas dari perikop kita di Minggu terakhir bulan Juni 2017 ini adalah peralihan dari hidup lama ke hidup baru, harus semakin baru, bukan kembali ke hidup yang lama, tetapi dengan kekuatan Roh Allah Yang Kudus, kita dimampukan untuk semakin dibarui. Semakin terang dan bersukacita!
Mari, jangan kembali gelap, jangan lagi menjadi hamba dosa! Dalam urapan Roh Kudus, Kasih Allah Bapa dan pengorbanan Tuhan Yesus Kristus, dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuh kita yang fana. Mari lebih berserah hati, berserah rasional dan berserah seluruh tubuh kepada-Nya untuk kita dipakai menjadi senjata dan pejuang kebenaran. Selamat menjadi "hamba Terang Kasih-Nya". Selamat menikmati liburan bersama anggota keluarga, selamat semakin bertambah menerima kasih karunia Allah, dan tiap hari, selamat lebih sering membagikan kebahagiaan dan sukacita nyata kepada semua. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Menjadi Harta Kesayangan ROH KUDUS (Keluaran 19: 2-8)
"Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi." (Keluaran 19: 2-8)
Allah berjanji demikian: "Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi" (ayat 5), kepada Abraham (baca dan bandingkan Kej. 12:1-3), diteruskan turun temurun kepada keturunan Yakub (ayat 3). Allah sendiri yang telah bertindak menebus Israel (ayat 4), berjanji serta menyatakan bahwa bangsa Israel menjadi harta kesayangan Tuhan.
Perjanjian ini bersifat misioner, agar bangsa pilihan Allah itu menjangkau bangsa-bangsa lain yang belum mengenal Allah sejati. Hal ini juga berlaku kini kepada kita dan semua orang yang hidup dalam Roh Kudus Allah. Kalimat yang berbunyi, "Akulah yang empunya seluruh bumi" (baca lagi ayat 5) juga menyadarkan kita bahwa Allah berdaulat atas seluruh ciptaan, atas alam, tentunya termasuk atas kita, umat manusia.
Mari jangan hanya mengharapkan berkat-berkat dari Allah saja. Di dunia yang kini semakin tidak menghargai kehidupan, manusia dan alam, paling riil belakangan ini: terjadi beberapa tindak kejahatan menggunakan senjata api/pistol dan menembak mati korban-korbannya, mari "mengalahkan" semua itu! Mari semakin berupaya menjadi kesayangan-kesayangan Allah dengan perbuatan nyata, merefleksikan Kasih Allah setiap hari, dengan lebih banyak menyayangi seluruh ciptaan, termasuk khususnya menyayangi dan mengasihi sesama manusia, suku apapun, bangsa apapun ("dari antara segala bangsa" di ayat 5 tadi), dan bahkan agama apapun. Sebab dari semua ciptaan, kita adalah harta kesayangan-Nya! Amin.
Allah berjanji demikian: "Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi" (ayat 5), kepada Abraham (baca dan bandingkan Kej. 12:1-3), diteruskan turun temurun kepada keturunan Yakub (ayat 3). Allah sendiri yang telah bertindak menebus Israel (ayat 4), berjanji serta menyatakan bahwa bangsa Israel menjadi harta kesayangan Tuhan.
Perjanjian ini bersifat misioner, agar bangsa pilihan Allah itu menjangkau bangsa-bangsa lain yang belum mengenal Allah sejati. Hal ini juga berlaku kini kepada kita dan semua orang yang hidup dalam Roh Kudus Allah. Kalimat yang berbunyi, "Akulah yang empunya seluruh bumi" (baca lagi ayat 5) juga menyadarkan kita bahwa Allah berdaulat atas seluruh ciptaan, atas alam, tentunya termasuk atas kita, umat manusia.
Mari jangan hanya mengharapkan berkat-berkat dari Allah saja. Di dunia yang kini semakin tidak menghargai kehidupan, manusia dan alam, paling riil belakangan ini: terjadi beberapa tindak kejahatan menggunakan senjata api/pistol dan menembak mati korban-korbannya, mari "mengalahkan" semua itu! Mari semakin berupaya menjadi kesayangan-kesayangan Allah dengan perbuatan nyata, merefleksikan Kasih Allah setiap hari, dengan lebih banyak menyayangi seluruh ciptaan, termasuk khususnya menyayangi dan mengasihi sesama manusia, suku apapun, bangsa apapun ("dari antara segala bangsa" di ayat 5 tadi), dan bahkan agama apapun. Sebab dari semua ciptaan, kita adalah harta kesayangan-Nya! Amin.
Memberitakan Penyelamatan (Matius 28: 16-20)
"Akan terjadi pada hari-hari terakhir", demikianlah firman Allah, "bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi." (Kisah Para Rasul 2: 17)
Penulis Injil Matius dengan jelas menampilkan bahwa Tuhan tahu ada murid-Nya yang masih ragu-ragu. Tuhan tahu hati kita (bdk. ayat 17-18). Refleksi paling kuat kali ini adalah keraguan manusia tidak bisa menghalangi Tuhan Yesus Kristus memberi 'amanat agung' kepada para murid (ayat 19-20).
Setiap orang yang rindu dan sedang terlibat pemberitaan penyelamatan Allah, haruslah orang yang memiliki persekutuan dan hubungan yang tulus, intim dan suci dengan-Nya. Minggu lalu, kita belajar tentang menerima Roh Kudus yang memurnikan dan menyiapkan hati, akal, tubuh dan seluruh kehidupan kita.
Mari menyerahkan hati dan diri ke dalam tuntunan Roh yang menguduskan, mengajar, menegur, membimbing, menghibur, dan sekali lagi memampukan kita. Memberitakan karya penyelamatan-Nya atas dunia, senantiasa sampai kepada akhir zaman. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Penulis Injil Matius dengan jelas menampilkan bahwa Tuhan tahu ada murid-Nya yang masih ragu-ragu. Tuhan tahu hati kita (bdk. ayat 17-18). Refleksi paling kuat kali ini adalah keraguan manusia tidak bisa menghalangi Tuhan Yesus Kristus memberi 'amanat agung' kepada para murid (ayat 19-20).
Setiap orang yang rindu dan sedang terlibat pemberitaan penyelamatan Allah, haruslah orang yang memiliki persekutuan dan hubungan yang tulus, intim dan suci dengan-Nya. Minggu lalu, kita belajar tentang menerima Roh Kudus yang memurnikan dan menyiapkan hati, akal, tubuh dan seluruh kehidupan kita.
Mari menyerahkan hati dan diri ke dalam tuntunan Roh yang menguduskan, mengajar, menegur, membimbing, menghibur, dan sekali lagi memampukan kita. Memberitakan karya penyelamatan-Nya atas dunia, senantiasa sampai kepada akhir zaman. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Terima ROH KUDUS! (Kisah Para Rasul 2: 1-21)
"Akan terjadi pada hari-hari terakhir", demikianlah firman Allah, "bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi." (Kisah Para Rasul 2: 17)
Selain ucapan "Selamat Pentakosta," menurut Anda apa ucapan lainnya yang baik diberikan kepada sesama orang percaya? Mungkin ada dua usulan saya: "Selamat, kuasa Roh Allah dicurahkan atas Anda" atau "Selamat menerima Roh Kudus."
Hari Pentakosta adalah hari dimulainya penggenapan janji-janji Kristus. Dimulai dengan dicurahkan/turunnya Roh Kudus Allah ke atas para murid, mereka menerima, mengalami dan sekaligus mewartakan karunia kuasa-Nya!
Saat itu sesuai tradisi Perjanjian Lama, berkumpul untuk merayakan Pentakosta di Kota Yerusalem, semua orang Yahudi yang di Palestina maupun nonPalestina dengan bahasa berbeda-beda. Para murid (rasul-rasul) berbicara dalam bahasa mereka (baca ulang ayat 6-13). Ketika Roh Kudus mengurapi, mereka ke luar dari rumah tempat mereka berkumpul (ayat 1) dan bersaksi-berbicara di tengah kerumunan orang Yahudi itu.
Kini, mari mulai dari diri kita sendiri. Roh Kudus Allah juga ada dalam hati, pikiran dan hidup kita seutuhnya. Tuhan Allah sedang dan selalu menggerakkan kita untuk menceritakan kasih kebaikan dan karunia-Nya, untuk menjangkau anggota keluarga kita, damai sejahtera bagi kota Jakarta juga Indonesia, dan keselamatan-Nya kepada seluruh dunia. Selamat menerima Roh Kudus. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Selain ucapan "Selamat Pentakosta," menurut Anda apa ucapan lainnya yang baik diberikan kepada sesama orang percaya? Mungkin ada dua usulan saya: "Selamat, kuasa Roh Allah dicurahkan atas Anda" atau "Selamat menerima Roh Kudus."
Hari Pentakosta adalah hari dimulainya penggenapan janji-janji Kristus. Dimulai dengan dicurahkan/turunnya Roh Kudus Allah ke atas para murid, mereka menerima, mengalami dan sekaligus mewartakan karunia kuasa-Nya!
Saat itu sesuai tradisi Perjanjian Lama, berkumpul untuk merayakan Pentakosta di Kota Yerusalem, semua orang Yahudi yang di Palestina maupun nonPalestina dengan bahasa berbeda-beda. Para murid (rasul-rasul) berbicara dalam bahasa mereka (baca ulang ayat 6-13). Ketika Roh Kudus mengurapi, mereka ke luar dari rumah tempat mereka berkumpul (ayat 1) dan bersaksi-berbicara di tengah kerumunan orang Yahudi itu.
Kini, mari mulai dari diri kita sendiri. Roh Kudus Allah juga ada dalam hati, pikiran dan hidup kita seutuhnya. Tuhan Allah sedang dan selalu menggerakkan kita untuk menceritakan kasih kebaikan dan karunia-Nya, untuk menjangkau anggota keluarga kita, damai sejahtera bagi kota Jakarta juga Indonesia, dan keselamatan-Nya kepada seluruh dunia. Selamat menerima Roh Kudus. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Doa YESUS Memampukan Kita menjadi Saksi-NYA (Yohanes 17: 1-11)
"Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu." (Yohanes 17: 9)
Teror bom terjadi di Manchester, Inggris, juga terror di Kota Marawi, Filipina, dan terjadi pula teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur - Indonesia. Tujuan semua teror selalu untuk: menimbulkan ketakutan dengan kekacauan dan jatuh korban. Di keadaan berbagai teror seperti sekarang ini, Sabda dari Tuhan Yesus Kristus kali ini kembali memberi ketenangan, keyakinan dan kekuatan kepada kita.
Saat Dia berdoa untuk para murid: "Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu" (ayat 9). Seperti pesan perpisahan disertai dengan sebuah doa, yang tidak boleh dipisahkan dari konteks salib. Tuhan Yesus telah mengajar dan menghibur murid-murid, melalui doa ini Dia juga meneguhkan iman mereka. Dia bukan meminta Bapa melepaskan para murid dari penderitaan, melainkan berdoa agar Bapa melindungi murid-murid-Nya dari si jahat (coba baca ayat 15).
Tuhan Yesus Kristus membentangkan kasih Allah yang luar biasa besar bagi para murid/pengikut-Nya, juga keajaiban rencana-Nya bagi orang beriman. Doa Tuhan Yesus menunjukkan perhatian dan peduli-Nya bagi kita, murid-murid-Nya pada masa kini, terus dan semakin percaya pada-Nya, dan kita menjadi saksi-Nya untuk dunia, untuk Indonesia, untuk Kota Jakarta, dan untuk setiap orang yang kita jumpai setiap hari. Amin.Pdt. Lusindo Tobing.
Teror bom terjadi di Manchester, Inggris, juga terror di Kota Marawi, Filipina, dan terjadi pula teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur - Indonesia. Tujuan semua teror selalu untuk: menimbulkan ketakutan dengan kekacauan dan jatuh korban. Di keadaan berbagai teror seperti sekarang ini, Sabda dari Tuhan Yesus Kristus kali ini kembali memberi ketenangan, keyakinan dan kekuatan kepada kita.
Saat Dia berdoa untuk para murid: "Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu" (ayat 9). Seperti pesan perpisahan disertai dengan sebuah doa, yang tidak boleh dipisahkan dari konteks salib. Tuhan Yesus telah mengajar dan menghibur murid-murid, melalui doa ini Dia juga meneguhkan iman mereka. Dia bukan meminta Bapa melepaskan para murid dari penderitaan, melainkan berdoa agar Bapa melindungi murid-murid-Nya dari si jahat (coba baca ayat 15).
Tuhan Yesus Kristus membentangkan kasih Allah yang luar biasa besar bagi para murid/pengikut-Nya, juga keajaiban rencana-Nya bagi orang beriman. Doa Tuhan Yesus menunjukkan perhatian dan peduli-Nya bagi kita, murid-murid-Nya pada masa kini, terus dan semakin percaya pada-Nya, dan kita menjadi saksi-Nya untuk dunia, untuk Indonesia, untuk Kota Jakarta, dan untuk setiap orang yang kita jumpai setiap hari. Amin.Pdt. Lusindo Tobing.
Siap Mewujudkan apa yang telah kita janjikan kepada TUHAN (Mazmur 66: 8-20)
"Aku akan masuk ke dalam rumah-Mu dengan membawa korban-korban bakaran, aku akan membayar kepada-Mu nazarku." (Mazmur 66: 13)
Setiap tanggal 20 Mei, bangsa kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), hari perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang ditandai dengan kelahiran organisasi Budi Oetomo tahun 1908. Peringatan tentang komitmen dan janji bahwa kita bersama adalah rakyat dan bangsa Indonesia yang berdaulat dan tidak mau terpecah-belah.
Ayat 13 perikop kali ini berbunyi: "Aku akan masuk ke dalam rumah-Mu dengan membawa korban-korban bakaran, aku akan membayar kepada-Mu nazarku." Pemazmur mengajak untuk kita melakukan ibadah yang sejati dengan mempersembahkan korban-korban sesuai Taurat (ayat 13,15), dan melakukan semua janji setia kepada Tuhan yang pernah diucapkan (ayat 13b, 14).
Mari sebagai umat Tuhan di Indonesia, bersama semua rakyat Indonesia yang berbeda suku, ras, etnis, budaya, agama dan kepercayaan, kita melakukan janji dan komitmen Harkitnas. Dengan cara: Tidak menggunakan waktu untuk membenci-menghakimi, menghilangkan segala persebatan yang sia-sia, mari saling terbuka, menerima dan saling mengasihi. Karena sesungguhnya semua orang punya ruang di Tanah air Indonesia. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Setiap tanggal 20 Mei, bangsa kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), hari perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang ditandai dengan kelahiran organisasi Budi Oetomo tahun 1908. Peringatan tentang komitmen dan janji bahwa kita bersama adalah rakyat dan bangsa Indonesia yang berdaulat dan tidak mau terpecah-belah.
Ayat 13 perikop kali ini berbunyi: "Aku akan masuk ke dalam rumah-Mu dengan membawa korban-korban bakaran, aku akan membayar kepada-Mu nazarku." Pemazmur mengajak untuk kita melakukan ibadah yang sejati dengan mempersembahkan korban-korban sesuai Taurat (ayat 13,15), dan melakukan semua janji setia kepada Tuhan yang pernah diucapkan (ayat 13b, 14).
Mari sebagai umat Tuhan di Indonesia, bersama semua rakyat Indonesia yang berbeda suku, ras, etnis, budaya, agama dan kepercayaan, kita melakukan janji dan komitmen Harkitnas. Dengan cara: Tidak menggunakan waktu untuk membenci-menghakimi, menghilangkan segala persebatan yang sia-sia, mari saling terbuka, menerima dan saling mengasihi. Karena sesungguhnya semua orang punya ruang di Tanah air Indonesia. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Siap Melakukan Pekerjaan-pekerjaan yang YESUS Lakukan (Yohanes 14: 1-14)
"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa;" (Yohanes 14: 12)
Kita terlalu sering memberi perhatian hanya kepada penggalan ayat dalam Alkitab yang kita suka, seperti ayat terakhir perikop kita kali ini (ayat 14) yang berbunyi: "Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya". Namun "membuang" dan seakan melupakan bunyi pesan Firman Allah di ayat-ayat terdekat lainnya. Lebih bahaya lagi, kita memotongnya, menjadi seperti, "Jika kamu meminta, Aku akan melakukannya", padahal jelas ada pesan firman-Nya yang menjadi syarat yakni: "dalam nama-Ku", dan bukan dalam kekuatan dan kehendak kita manusia, bukan "dalam nama-ku".
Perhatikan perikop kali ini, ditegaskan bahwa para murid dipanggil untuk berkarya nyata, yang sudah diteladankan Sang Guru: Tuhan Yesus Kristus. Refleksinya adalah menjadi umat Allah bukan sebatas percaya dan bersyukur, tetapi siap dipakai Allah mewujudkan rencana-Nya. Tahu dan mau bergumul demi rencana dan kehendak-Nya, bukan umat yang cuma meminta keinginannya dipenuhi! Tuhan Yesus Kristus menegaskan bahwa, "...Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu..." (ayat 12).
Mari miliki iman yang hidup, yang percaya rancangan Tuhan yang berlaku, menggerakkan ketaatan kita kepada Tuhan Allah. Kita ditantang untuk berupaya, bekerja dan berkarya, bukan hanya karena diperintahkan Tuhan, melainkan karena karya-Nya, sudah, ada dan selalu ada di dalam diri serta hidup kita. Berhentilah membenci, mari saling mengampuni. Sudah basi untuk ikut-ikutan menyebarkan berita hoax yang memecah-belah, jadilah pemersatu keluarga, gereja dan bangsa. Jangan senang menghakimi, bersemangat dan senanglah untuk saling menghargai. Stop hanya memikirkan diri sendiri dengan memaksakan ego kita, mari siap berkarya dalam hidup bersama. Lebih terbuka hati-pikiran untuk semakin peduli, berbagi dan mengasihi semua orang. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Kita terlalu sering memberi perhatian hanya kepada penggalan ayat dalam Alkitab yang kita suka, seperti ayat terakhir perikop kita kali ini (ayat 14) yang berbunyi: "Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya". Namun "membuang" dan seakan melupakan bunyi pesan Firman Allah di ayat-ayat terdekat lainnya. Lebih bahaya lagi, kita memotongnya, menjadi seperti, "Jika kamu meminta, Aku akan melakukannya", padahal jelas ada pesan firman-Nya yang menjadi syarat yakni: "dalam nama-Ku", dan bukan dalam kekuatan dan kehendak kita manusia, bukan "dalam nama-ku".
Perhatikan perikop kali ini, ditegaskan bahwa para murid dipanggil untuk berkarya nyata, yang sudah diteladankan Sang Guru: Tuhan Yesus Kristus. Refleksinya adalah menjadi umat Allah bukan sebatas percaya dan bersyukur, tetapi siap dipakai Allah mewujudkan rencana-Nya. Tahu dan mau bergumul demi rencana dan kehendak-Nya, bukan umat yang cuma meminta keinginannya dipenuhi! Tuhan Yesus Kristus menegaskan bahwa, "...Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu..." (ayat 12).
Mari miliki iman yang hidup, yang percaya rancangan Tuhan yang berlaku, menggerakkan ketaatan kita kepada Tuhan Allah. Kita ditantang untuk berupaya, bekerja dan berkarya, bukan hanya karena diperintahkan Tuhan, melainkan karena karya-Nya, sudah, ada dan selalu ada di dalam diri serta hidup kita. Berhentilah membenci, mari saling mengampuni. Sudah basi untuk ikut-ikutan menyebarkan berita hoax yang memecah-belah, jadilah pemersatu keluarga, gereja dan bangsa. Jangan senang menghakimi, bersemangat dan senanglah untuk saling menghargai. Stop hanya memikirkan diri sendiri dengan memaksakan ego kita, mari siap berkarya dalam hidup bersama. Lebih terbuka hati-pikiran untuk semakin peduli, berbagi dan mengasihi semua orang. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Siap Menanggung Penderitaan karena Kehendak ALLAH (1 Petrus 2: 19-25 )
"Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung." (1 Petrus 2: 19)
Memasuki bulan yang baru, Mei tahun 2017 ini, sebagai umat Tuhan Allah kita diingatkan penulis 1 Petrus bahwa siapapun yang dipenuhi Roh Allah, selalu memperoleh kemampuan yang baru setiap hari untuk memenuhi perintah-perintah yang tidak masuk akal, seperti: "Kasihilah musuh-musuhmu" (Matius 5:44), "Berikanlah pipimu yang lain.." (Lukas 6:29), dan yang lainnya. Semua itu hanya mampu dilaksanakan oleh mereka yang dikuasai Roh Allah di dalam keteladanan Kristus: "Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil." (ayat 23).
Tanpa dibekali dengan kasih karunia pada Allah, semua penderitaan karena berbuat baik dan benar, adalah sia-sia! Dalam bahasa Yunani, kata charis memiliki arti ganda yaitu "kasih karunia" dan "kemurahan hati." Kata ini dapat membuat kalimat di ayat 20 berarti, "Bila kamu melakukan yang benar, dan menderita dengan sabar, itu adalah kemurahan hati pada Allah" (bandingkan dengan ayat 20). Kristus adalah wujud kasih Allah. Kristus yang tidak membalas, tetapi menyerahkan semua kepada Allah yang akan menghakimi dengan adil. Ini juga penggenapan dari Roma 12: 19-20 yang berbunyi, "Pembalasan itu adalah hak-Ku,.. Firman Tuhan. Tetapi jika seterumu lapar berilah dia makan..."
Mari kita berjuang di titik yang sama, selalu siap menanggung penderitaan karena Allah, tidak membalas jahat dengan berbuat jahat, dan kalaupun harus, "membalaslah" dengan terus berbuat baik! Ingat dan lakukanlah selalu ayat 20 yang berbunyi: "Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah". Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Memasuki bulan yang baru, Mei tahun 2017 ini, sebagai umat Tuhan Allah kita diingatkan penulis 1 Petrus bahwa siapapun yang dipenuhi Roh Allah, selalu memperoleh kemampuan yang baru setiap hari untuk memenuhi perintah-perintah yang tidak masuk akal, seperti: "Kasihilah musuh-musuhmu" (Matius 5:44), "Berikanlah pipimu yang lain.." (Lukas 6:29), dan yang lainnya. Semua itu hanya mampu dilaksanakan oleh mereka yang dikuasai Roh Allah di dalam keteladanan Kristus: "Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil." (ayat 23).
Tanpa dibekali dengan kasih karunia pada Allah, semua penderitaan karena berbuat baik dan benar, adalah sia-sia! Dalam bahasa Yunani, kata charis memiliki arti ganda yaitu "kasih karunia" dan "kemurahan hati." Kata ini dapat membuat kalimat di ayat 20 berarti, "Bila kamu melakukan yang benar, dan menderita dengan sabar, itu adalah kemurahan hati pada Allah" (bandingkan dengan ayat 20). Kristus adalah wujud kasih Allah. Kristus yang tidak membalas, tetapi menyerahkan semua kepada Allah yang akan menghakimi dengan adil. Ini juga penggenapan dari Roma 12: 19-20 yang berbunyi, "Pembalasan itu adalah hak-Ku,.. Firman Tuhan. Tetapi jika seterumu lapar berilah dia makan..."
Mari kita berjuang di titik yang sama, selalu siap menanggung penderitaan karena Allah, tidak membalas jahat dengan berbuat jahat, dan kalaupun harus, "membalaslah" dengan terus berbuat baik! Ingat dan lakukanlah selalu ayat 20 yang berbunyi: "Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah". Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Digerakkan oleh Kuasa KRISTUS (Kisah Para Rasul 2: 36-41)
"Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain: "Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?" (Kisah Para Rasul 2: 367)
Khotbah yang disampaikan Petrus kepada semua orang di Yerusalem (baca kembali ayat 1), membuat hati mereka sangat terharu. Mereka tersadar sudah berperan dalam kematian Kristus. Petrus mendakwakan kejahatan itu kepada mereka, menggugah mereka, menjamah hati mereka. Mereka merenungkan semua peristiwa itu seperti pedang di tulang-tulang mereka, pedang itu menusuk mereka seperti mereka sudah mencambuk, memaku dan menusuk Kristus.
Inilah yang dinamakan hati yang koyak, hati yang patah dan remuk (Mzm. 51:19). Apabila orang sungguh-sungguh menyesali dosa-dosa mereka, dan malu dengannya, dan takut akan akibat-akibatnya, hati mereka tertusuk. Tusukan di dalam hati itu mematikan, dan di dalam kegundahan-kegundahan itu (ujar Paulus) aku mati (Roma 7:9-10). Lalu mereka bertanya, Apakah yang harus kami perbuat? Dalam kebulatan hati, mereka bertekad untuk tidak menunda agar terhindar dari kesengsaraan yang akan menimpa mereka. Perhatikanlah, orang-orang yang insaf akan dosa mereka dengan gembira ingin mengetahui jalan untuk mendapatkan damai sejahtera dan pengampunan.
Mari tertusuk dan malu di hati kita masing-masing. Seperti orang-orang di Yerusalem pada konteks perikop ini, mereka mau mendengar suara teguran Allah, melalui khotbah Petrus, menyesali perbuatan mereka dan sangat terharu. Dengan mengingat semua kesalahan dan dosa dalam sikap, ucapan mulut dan perbuatan-perbuatan kita, mari insaf, danseperti hati kita ditusuk-tusuk sehingga koyak, patah dan remuk! Mari bertanya kepada Tuhan Allah, "apa yang harus aku perbuat?" (ayat 37) Atau bahkan bertanya, "apa yang belum aku lakukan dan persembahkan bagi keluhuran dan kemuliaan-Mu Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus?" Hati kita akan lebih terbuka, tenang-damai karena diampuni Juruselamat, gembira sebab diberi petunjuk oleh Allah, dan dikuatkan Roh-Nya untuk melakukan kebaikan kepada sesama manusia, kebaikan kasih yang lebih baru dan lebih banyak. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Khotbah yang disampaikan Petrus kepada semua orang di Yerusalem (baca kembali ayat 1), membuat hati mereka sangat terharu. Mereka tersadar sudah berperan dalam kematian Kristus. Petrus mendakwakan kejahatan itu kepada mereka, menggugah mereka, menjamah hati mereka. Mereka merenungkan semua peristiwa itu seperti pedang di tulang-tulang mereka, pedang itu menusuk mereka seperti mereka sudah mencambuk, memaku dan menusuk Kristus.
Inilah yang dinamakan hati yang koyak, hati yang patah dan remuk (Mzm. 51:19). Apabila orang sungguh-sungguh menyesali dosa-dosa mereka, dan malu dengannya, dan takut akan akibat-akibatnya, hati mereka tertusuk. Tusukan di dalam hati itu mematikan, dan di dalam kegundahan-kegundahan itu (ujar Paulus) aku mati (Roma 7:9-10). Lalu mereka bertanya, Apakah yang harus kami perbuat? Dalam kebulatan hati, mereka bertekad untuk tidak menunda agar terhindar dari kesengsaraan yang akan menimpa mereka. Perhatikanlah, orang-orang yang insaf akan dosa mereka dengan gembira ingin mengetahui jalan untuk mendapatkan damai sejahtera dan pengampunan.
Mari tertusuk dan malu di hati kita masing-masing. Seperti orang-orang di Yerusalem pada konteks perikop ini, mereka mau mendengar suara teguran Allah, melalui khotbah Petrus, menyesali perbuatan mereka dan sangat terharu. Dengan mengingat semua kesalahan dan dosa dalam sikap, ucapan mulut dan perbuatan-perbuatan kita, mari insaf, danseperti hati kita ditusuk-tusuk sehingga koyak, patah dan remuk! Mari bertanya kepada Tuhan Allah, "apa yang harus aku perbuat?" (ayat 37) Atau bahkan bertanya, "apa yang belum aku lakukan dan persembahkan bagi keluhuran dan kemuliaan-Mu Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus?" Hati kita akan lebih terbuka, tenang-damai karena diampuni Juruselamat, gembira sebab diberi petunjuk oleh Allah, dan dikuatkan Roh-Nya untuk melakukan kebaikan kepada sesama manusia, kebaikan kasih yang lebih baru dan lebih banyak. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Saksi Kebangkitan (Kisah Para Rasul 2: 22-32)
"Yesus inilah yang dibangkitkan ALLAH, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. " (Kisah Para Rasul 2: 32)
Pemilihan umum Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2017 (disingkat Pilgub DKI 2017) sudah terlaksana Rabu, 19 April 2017 lalu dengan lancar, damai dan demokratis. Seluruh rakyat Jakarta menjadi saksi atas perjalanan penyelenggaraan Pilgub DKI untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Fase kampanye sudah usai, ke depan fase kerja bersama menanti untuk ditunaikan bersama seluruh warga Jakarta, dengan menjaga kebhinnekaan dan terus memperjuangkan persatuan.
Refleksi yang lebih besar tentang jadi "saksi", khususnya secara iman Kristiani kita, adalah Paskah di bulan April tahun 2017 ini juga. Dosa kita sudah mati bersama kematian-Nya, dan kita semua dibangkitkan bersama kebangkitan Tuhan Yesus Kristus! Pada konteks perikop kali ini, Petrus berkhotbah tentang penggenapan nubuat-Nya bahwa Allah akan mencurahkan Roh-Nya atas semua manusia (baca Yoel 2:28). Petrus menegaskan bahwa berita Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berpusat pada Tuhan Yesus Kristus.
Kesaksian Petrus itu berhubungan dengan pengalamannya sendiri, "Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi." (ayat 32). Seperti Petrus, mari setia berani bersaksi. Berani mengasihi semua orang, berani mengampuni, berani menerima perbedaan, berani menyatakan kebenaran, berani terbuka, memberi ruang, rendah hati, peduli dan berani bekerjasama dengan siapapun di kehidupan nyata sehari-hari. Selamat menjadi saluran berkat, selamat setia menjadi saksi kebangkitan-Nya! Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Pemilihan umum Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2017 (disingkat Pilgub DKI 2017) sudah terlaksana Rabu, 19 April 2017 lalu dengan lancar, damai dan demokratis. Seluruh rakyat Jakarta menjadi saksi atas perjalanan penyelenggaraan Pilgub DKI untuk menentukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Fase kampanye sudah usai, ke depan fase kerja bersama menanti untuk ditunaikan bersama seluruh warga Jakarta, dengan menjaga kebhinnekaan dan terus memperjuangkan persatuan.
Refleksi yang lebih besar tentang jadi "saksi", khususnya secara iman Kristiani kita, adalah Paskah di bulan April tahun 2017 ini juga. Dosa kita sudah mati bersama kematian-Nya, dan kita semua dibangkitkan bersama kebangkitan Tuhan Yesus Kristus! Pada konteks perikop kali ini, Petrus berkhotbah tentang penggenapan nubuat-Nya bahwa Allah akan mencurahkan Roh-Nya atas semua manusia (baca Yoel 2:28). Petrus menegaskan bahwa berita Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berpusat pada Tuhan Yesus Kristus.
Kesaksian Petrus itu berhubungan dengan pengalamannya sendiri, "Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi." (ayat 32). Seperti Petrus, mari setia berani bersaksi. Berani mengasihi semua orang, berani mengampuni, berani menerima perbedaan, berani menyatakan kebenaran, berani terbuka, memberi ruang, rendah hati, peduli dan berani bekerjasama dengan siapapun di kehidupan nyata sehari-hari. Selamat menjadi saluran berkat, selamat setia menjadi saksi kebangkitan-Nya! Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Dibangkitkan Bersama KRISTUS (Matius 28: 1-10)
"Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya" (Matius 28: 9)
Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus berbeda dengan "kebangkitan" Lazarus. Tubuh Lazarus yang keluar dari kubur adalah tubuh yang sama ketika Lazarus dikuburkan dalam goa. Dia masih tetap mengenakan kain kafan (Yohanes 11:44). Sedangkan kain kafan yang dikenakan Yesus, terlipat rapi di dalam kubur Yesus (Yohanes 20:6-7). Lazarus pada akhir usia tuanya akan meninggal (lagi), tetapi Tuhan Yesus Kristus tidak (Roma 6:9). Kebangkitan Kristus bersifat kekal dan abadi.
Mari dibangkitkan bersama Kristus. Perempuan-perempuan itu tidak disuruh untuk pergi dan mengabarkan hal itu kepada para imam kepala dan orang-orang Farisi supaya mereka tercengang, melainkan untuk mengatakannya kepada para murid (ayat 5-7) supaya mereka dihiburkan. Allah lebih suka memberikan sukacita kepada para sahabat-Nya dibandingkan melempar aib kepada para musuh-Nya (baca kembali ayat 10 dan coba hubungkan dengan ayat 8).
"Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu".Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya" (ayat 9). Kita tidak dapat mengalami kebangkitan iman dan harapan, tanpa kebangkitanNya yang nyata dan abadi. Jika tidak dibangkitkan bersama Kristus, maka bersama siapa lagi kita bisa terus kuat, dihibur, bersemangat, setia berpengharapan dan semakin bersukacita bahagia menjalani pergumulan serta perjuangan hidup? Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus berbeda dengan "kebangkitan" Lazarus. Tubuh Lazarus yang keluar dari kubur adalah tubuh yang sama ketika Lazarus dikuburkan dalam goa. Dia masih tetap mengenakan kain kafan (Yohanes 11:44). Sedangkan kain kafan yang dikenakan Yesus, terlipat rapi di dalam kubur Yesus (Yohanes 20:6-7). Lazarus pada akhir usia tuanya akan meninggal (lagi), tetapi Tuhan Yesus Kristus tidak (Roma 6:9). Kebangkitan Kristus bersifat kekal dan abadi.
Mari dibangkitkan bersama Kristus. Perempuan-perempuan itu tidak disuruh untuk pergi dan mengabarkan hal itu kepada para imam kepala dan orang-orang Farisi supaya mereka tercengang, melainkan untuk mengatakannya kepada para murid (ayat 5-7) supaya mereka dihiburkan. Allah lebih suka memberikan sukacita kepada para sahabat-Nya dibandingkan melempar aib kepada para musuh-Nya (baca kembali ayat 10 dan coba hubungkan dengan ayat 8).
"Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: "Salam bagimu".Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya" (ayat 9). Kita tidak dapat mengalami kebangkitan iman dan harapan, tanpa kebangkitanNya yang nyata dan abadi. Jika tidak dibangkitkan bersama Kristus, maka bersama siapa lagi kita bisa terus kuat, dihibur, bersemangat, setia berpengharapan dan semakin bersukacita bahagia menjalani pergumulan serta perjuangan hidup? Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Dia yang Datang dalam Nama TUHAN (Matius 21: 1-11)
Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: "Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!" (Matius 21: 9)
Betfage adalah sebuah desa yang terletak di antara Betania dan Yerusalem - di malam sebelumnya Tuhan Yesus menginap di Betania (baca Yoh. 12:1, 2). Tetapi di desa (secara eksplisit disebut-Nya: kampung) yang kecil itu, Tuhan menunjukkan kebesaran-Nya dan pentingnya peristiwa yang akan terjadi, saat dengan terperincinya Dia memberi perintah kepada dua murid tentang meminjam keledai betina dan anaknya.
Sebuah nubuatan (Zakharia 9:9) kembali digenapi Tuhan, di kampung Betfage ini. Diwarnai kerendahan hati "Dia yang datang dalam Nama Tuhan", karena bukan mengendarai kuda besar, tetapi keledai. "Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan" (ayat 8). Ketika semua orang menyambut-Nya dengan sorak-sorai, "Hosana", (ayat 9) dari bahasa Ibrani yang artinya "berilah kiranya keselamatan". Mari umat, kita menjadi orang kampung, yaitu orang-orang kampung Betfage di konteks perikop ini, yang menyambut Dia dengan murni dan tulus meneriakkan kerinduan kepada Yesus untuk menjadi Mesias bagi mereka dan bagi semua orang.
Selamat Minggu Palmarum, selamat semakin rendah hati dan murni di perilaku keseharian yang penuh goda keangkuhan. Selamat menuju Jumat Agung, seraya menyambut undangan Perjamuan Kudus, dari Dia yang datang dalam nama Tuhan. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Betfage adalah sebuah desa yang terletak di antara Betania dan Yerusalem - di malam sebelumnya Tuhan Yesus menginap di Betania (baca Yoh. 12:1, 2). Tetapi di desa (secara eksplisit disebut-Nya: kampung) yang kecil itu, Tuhan menunjukkan kebesaran-Nya dan pentingnya peristiwa yang akan terjadi, saat dengan terperincinya Dia memberi perintah kepada dua murid tentang meminjam keledai betina dan anaknya.
Sebuah nubuatan (Zakharia 9:9) kembali digenapi Tuhan, di kampung Betfage ini. Diwarnai kerendahan hati "Dia yang datang dalam Nama Tuhan", karena bukan mengendarai kuda besar, tetapi keledai. "Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan" (ayat 8). Ketika semua orang menyambut-Nya dengan sorak-sorai, "Hosana", (ayat 9) dari bahasa Ibrani yang artinya "berilah kiranya keselamatan". Mari umat, kita menjadi orang kampung, yaitu orang-orang kampung Betfage di konteks perikop ini, yang menyambut Dia dengan murni dan tulus meneriakkan kerinduan kepada Yesus untuk menjadi Mesias bagi mereka dan bagi semua orang.
Selamat Minggu Palmarum, selamat semakin rendah hati dan murni di perilaku keseharian yang penuh goda keangkuhan. Selamat menuju Jumat Agung, seraya menyambut undangan Perjamuan Kudus, dari Dia yang datang dalam nama Tuhan. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Dibangkitkan oleh kasih-NYA (Yohanes 11: 33-44)
Kata orang-orang Yahudi: "Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!" (Yohanes 11: 36) .
"Lazarus, marilah ke luar!" (ayat 43) adalah kalimat seruan Tuhan Yesus kepada Lazarus yang sudah empat hari meninggal dunia dan sudah dikubur dalam sebuah gua yang ditutup batu (baca lagi ayat 38-39). Lalu apa yang terjadi? Ayat 44 secara eksplisit menyatakan, "Orang yang telah mati itu [yaitu Lazarus] datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi".
Perhatikan, proses peristiwa mujizat ini terjadi, sebelum seruan kepada Lazarus tadi, Tuhan Yesus berdoa. Namun sebelum Ia berdoa, atas perintah-Nya: batu penutup gua kubur itu diangkat. Setelah dialog-Nya dengan Marta, yang menekankan bahwa, "bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?" (ayat 40). Namun dari semua proses itu, diawali sebuah fenomena menarik di ayat 33, ketika Ia melihat Maria dan orang lain yang datang sedang menangis, "maka menangislah Yesus".(ayat 35). Tangisan-Nya itu tulus, betul-betul karena cinta kasih-Nya. Membuat orang-orang Yahudi spontan berkata, "Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!" (ayat 36).
Mari datang kepada Sang Kasih. Khususnya di tengah berbagai pergumulan dan perjuangan hidup yang berat. Datang kepada Tuhan dengan lebih dulu bersedia membuka "batu penutup" hati dan pikiran setiap kita. Walau banyak pertanyaan dan gugatan yang mungkin muncul, berdoalah. Berdoa bukan sekadar meminta segera segala sesuatu jadi beres dan pergumulan selesai. Berdoalah untuk cinta kasih-Nya. Berdoalah dengan cinta kasih, kepada Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus dan kasih karunia Roh Kudus. Maka seperti Lazarus, kita akan dipanggil ke luar! Kita akan "dibangkitkan". Kita akan berupaya, hidup lagi, kembali semangat, bahagia dan selamat. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
"Lazarus, marilah ke luar!" (ayat 43) adalah kalimat seruan Tuhan Yesus kepada Lazarus yang sudah empat hari meninggal dunia dan sudah dikubur dalam sebuah gua yang ditutup batu (baca lagi ayat 38-39). Lalu apa yang terjadi? Ayat 44 secara eksplisit menyatakan, "Orang yang telah mati itu [yaitu Lazarus] datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: "Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi".
Perhatikan, proses peristiwa mujizat ini terjadi, sebelum seruan kepada Lazarus tadi, Tuhan Yesus berdoa. Namun sebelum Ia berdoa, atas perintah-Nya: batu penutup gua kubur itu diangkat. Setelah dialog-Nya dengan Marta, yang menekankan bahwa, "bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?" (ayat 40). Namun dari semua proses itu, diawali sebuah fenomena menarik di ayat 33, ketika Ia melihat Maria dan orang lain yang datang sedang menangis, "maka menangislah Yesus".(ayat 35). Tangisan-Nya itu tulus, betul-betul karena cinta kasih-Nya. Membuat orang-orang Yahudi spontan berkata, "Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!" (ayat 36).
Mari datang kepada Sang Kasih. Khususnya di tengah berbagai pergumulan dan perjuangan hidup yang berat. Datang kepada Tuhan dengan lebih dulu bersedia membuka "batu penutup" hati dan pikiran setiap kita. Walau banyak pertanyaan dan gugatan yang mungkin muncul, berdoalah. Berdoa bukan sekadar meminta segera segala sesuatu jadi beres dan pergumulan selesai. Berdoalah untuk cinta kasih-Nya. Berdoalah dengan cinta kasih, kepada Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus dan kasih karunia Roh Kudus. Maka seperti Lazarus, kita akan dipanggil ke luar! Kita akan "dibangkitkan". Kita akan berupaya, hidup lagi, kembali semangat, bahagia dan selamat. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Hidup Saleh dengan Mewujudkan Kesalehan Sosial (Efesus 5: 8-14)
"Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (Efesus 5: 11)
Seperti Jakarta kini, Efesus adalah kota metropolitan di konteksnya. Terletak di Asia Kecil dan terkenal bukan hanya karena kemajuan bisnis dan perekonomiannya, tetapi juga karena kemerosotan moralnya, praktik kejahatan dan prostitusi menjamur di Kota Efesus.
Di situasi dan kondisi seperti itulah, Paulus mengingatkan sekaligus mengajarkan umat di Efesus, singkatnya seperti ini: Dulu kamu anak-anak gelap, sekarang anak-anak terang, telanjangilah perbuatan kegelapan! "...tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (ayat 8) dan "janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (ayat 11).
Mari hidup saleh dengan memberi contoh kehidupan yang baik di konteks kini. Anak-anak terang, harus berperan aktif menjauhi sekaligus menelanjangi praktik-praktik kegelapan dalam kehidupan sosial masyarakat. Tentunya harus dimulai dari gereja dan keluarga kita. Ada begitu banyak praktik kegelapan terjadi, suap, korupsi, juga kebejatan moral, prostitusi, pornografi online, dan narkoba. Seperti jemaat di Efesus, kita punya misi dan tugas menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan ini dan menjadi terang kepada setiap orang. Bukan berarti gereja dan umat menolak apalagi membuang orang yang melakukan kegelapan. Perbuatan dan orang yang berbuat adalah dua hal berbeda. Perbuatannya ditelanjangi, "dikalahkan" dengan memberi contoh kehidupan nyata kita yang baik. Namun orangnya didoakan dan didampingi untuk akhirnya melihat dan merasakan terang kasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Amin.Pdt. Lusindo Tobing.
Seperti Jakarta kini, Efesus adalah kota metropolitan di konteksnya. Terletak di Asia Kecil dan terkenal bukan hanya karena kemajuan bisnis dan perekonomiannya, tetapi juga karena kemerosotan moralnya, praktik kejahatan dan prostitusi menjamur di Kota Efesus.
Di situasi dan kondisi seperti itulah, Paulus mengingatkan sekaligus mengajarkan umat di Efesus, singkatnya seperti ini: Dulu kamu anak-anak gelap, sekarang anak-anak terang, telanjangilah perbuatan kegelapan! "...tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (ayat 8) dan "janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu." (ayat 11).
Mari hidup saleh dengan memberi contoh kehidupan yang baik di konteks kini. Anak-anak terang, harus berperan aktif menjauhi sekaligus menelanjangi praktik-praktik kegelapan dalam kehidupan sosial masyarakat. Tentunya harus dimulai dari gereja dan keluarga kita. Ada begitu banyak praktik kegelapan terjadi, suap, korupsi, juga kebejatan moral, prostitusi, pornografi online, dan narkoba. Seperti jemaat di Efesus, kita punya misi dan tugas menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan ini dan menjadi terang kepada setiap orang. Bukan berarti gereja dan umat menolak apalagi membuang orang yang melakukan kegelapan. Perbuatan dan orang yang berbuat adalah dua hal berbeda. Perbuatannya ditelanjangi, "dikalahkan" dengan memberi contoh kehidupan nyata kita yang baik. Namun orangnya didoakan dan didampingi untuk akhirnya melihat dan merasakan terang kasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Amin.Pdt. Lusindo Tobing.
Hidup Saleh dengan Tidak Mengeraskan Hati (Mazmur 95: 1-11)
"Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun," (Mazmur 95: 8)
Membaca perikop kali ini, saya jadi membuat ungkapan begini: "Sesat di jalan, Tuhan masih berkenan. Tapi keras hati dan sesat hati, Tuhan tidak berkenan!" Karena ketika tersesat di jalan, baik di jalan raya maupun di jalan kehidupan, Allah masih bisa menegur dan kita bersedia dituntun-Nya menemukan jalan keluar. Jalan yang benar. Tetapi kalau hati sudah mengeras dan tersesat, kita tidak mau disapa (apalagi ditegur) Allah. Hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri, kita sendiri yang mengeraskannya dan karena itu, diri sendirilah yang akan menanggung kesalahannya untuk selama-lamanya.
Mari jangan keraskan hati. Apalagi saat ditegur-Nya. Tulisan Mazmur adalah juga seruan kenabian atau merupakan liturgi tentang hukuman Allah. Mazmur kita kali ini mengundang umat untuk memuji Allah (ayat 1-2 & 6), disertai alasannya (ayat 3- 5 & 7), lalu mengundang umat untuk taat kepada-Nya (ayat 7-11). Penulis Mazmur ini mengajak kita bergerak maju, dari ajakan pujian ke pengajaran, bahwa Allah adalah Raja yang berdaulat atas segala sesuatu.
Kini saatnya untuk menerima Firman, lebih bersedia dikoreksi Tuhan Allah dan benar-benar mau melakukannya. Memasuki Minggu Pra Paskah III ini, mari berikan hati kita bagi firman Tuhan karena hanya Tuhan yang bisa memampukan kita untuk menjalani berbagai pergumulan dan perjuangan hidup seberat apapun juga. Jangan keraskan hati, apalagi sampai sesat hati. Lembutkan hati dan jadilah saluran berkat bagi sesama dengan nyata. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Membaca perikop kali ini, saya jadi membuat ungkapan begini: "Sesat di jalan, Tuhan masih berkenan. Tapi keras hati dan sesat hati, Tuhan tidak berkenan!" Karena ketika tersesat di jalan, baik di jalan raya maupun di jalan kehidupan, Allah masih bisa menegur dan kita bersedia dituntun-Nya menemukan jalan keluar. Jalan yang benar. Tetapi kalau hati sudah mengeras dan tersesat, kita tidak mau disapa (apalagi ditegur) Allah. Hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri, kita sendiri yang mengeraskannya dan karena itu, diri sendirilah yang akan menanggung kesalahannya untuk selama-lamanya.
Mari jangan keraskan hati. Apalagi saat ditegur-Nya. Tulisan Mazmur adalah juga seruan kenabian atau merupakan liturgi tentang hukuman Allah. Mazmur kita kali ini mengundang umat untuk memuji Allah (ayat 1-2 & 6), disertai alasannya (ayat 3- 5 & 7), lalu mengundang umat untuk taat kepada-Nya (ayat 7-11). Penulis Mazmur ini mengajak kita bergerak maju, dari ajakan pujian ke pengajaran, bahwa Allah adalah Raja yang berdaulat atas segala sesuatu.
Kini saatnya untuk menerima Firman, lebih bersedia dikoreksi Tuhan Allah dan benar-benar mau melakukannya. Memasuki Minggu Pra Paskah III ini, mari berikan hati kita bagi firman Tuhan karena hanya Tuhan yang bisa memampukan kita untuk menjalani berbagai pergumulan dan perjuangan hidup seberat apapun juga. Jangan keraskan hati, apalagi sampai sesat hati. Lembutkan hati dan jadilah saluran berkat bagi sesama dengan nyata. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Hidup Saleh ketika Menerima Panggilan Tuhan (Kejadian 12: 1-4)
"Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN 1 kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran.," (Kejadian 12: 4)
Tahukah Anda bahwa Bapak Abraham (Abram dalam Kejadian 12 ini) juga disebut sebagai Bapak Monoteisme Dunia? Agama Islam menganggap Ibrahim sebagai bapaknya orang-orang mu'min atau orang beriman. Agama Yahudi memandang Abraham sebagai salah satu leluhur mereka. Dalam Kitab Suci Ibrani, Allah sering menyatakan diri-Nya sebagai "Allah Abraham, Ishak, dan Yakub" (baca dan bandingkan Keluaran 3:6).
Sedangkan bagi kita orang Kristen, iman Abram menjadi teladan bagi semua orang Kristen. Di konteks Perjanjian Baru (PB) misalnya tampak di Ibrani 11:8-17. Sedangkan di konteks Perjanjian Lama (PL), kepatuhan dan ketaatan (baca kesalehan) Abram tampak sejak ia dipanggil Allah, seperti yang terjadi dalam pembacaan perikop kita kali ini. Abram taat pada perintah dan ia berpegang pada janji Tuhan, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (ayat 1-3). Abram melakukan apa yang Tuhan kehendaki, walau harus meninggalkan rumah dan kampung halamannya menuju tanah yang baru, Tanah Perjanjian.
Tuhan Allah mungkin sedang memanggil Anda ke tempat di mana Anda dapat melayani sesame manusia, bagi kemuliaan Allah. Jangan biarkan comfort zone (keamanan dan kenyamanan yang Anda rasakan saat ini) membuat Anda enggan terlibat dalam ibadah, pelayanan dan hidup saleh. Mari jadi seperti Abram/Abraham yang artinya kita semua sudah tahu: "Bapak orang percaya". Mari hidup setia percaya, beriman dan saleh melakukan tiap tugas panggilan Tuhan, di manapun dan dalam bentuk apapun ibu/bpk/sdri/sdr dipakai-Nya menjadi berkat bagi tetangga, untuk Jakarta, bagi Indonesia dan bahkan menjadi saluran berkat untuk dunia. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Tahukah Anda bahwa Bapak Abraham (Abram dalam Kejadian 12 ini) juga disebut sebagai Bapak Monoteisme Dunia? Agama Islam menganggap Ibrahim sebagai bapaknya orang-orang mu'min atau orang beriman. Agama Yahudi memandang Abraham sebagai salah satu leluhur mereka. Dalam Kitab Suci Ibrani, Allah sering menyatakan diri-Nya sebagai "Allah Abraham, Ishak, dan Yakub" (baca dan bandingkan Keluaran 3:6).
Sedangkan bagi kita orang Kristen, iman Abram menjadi teladan bagi semua orang Kristen. Di konteks Perjanjian Baru (PB) misalnya tampak di Ibrani 11:8-17. Sedangkan di konteks Perjanjian Lama (PL), kepatuhan dan ketaatan (baca kesalehan) Abram tampak sejak ia dipanggil Allah, seperti yang terjadi dalam pembacaan perikop kita kali ini. Abram taat pada perintah dan ia berpegang pada janji Tuhan, "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (ayat 1-3). Abram melakukan apa yang Tuhan kehendaki, walau harus meninggalkan rumah dan kampung halamannya menuju tanah yang baru, Tanah Perjanjian.
Tuhan Allah mungkin sedang memanggil Anda ke tempat di mana Anda dapat melayani sesame manusia, bagi kemuliaan Allah. Jangan biarkan comfort zone (keamanan dan kenyamanan yang Anda rasakan saat ini) membuat Anda enggan terlibat dalam ibadah, pelayanan dan hidup saleh. Mari jadi seperti Abram/Abraham yang artinya kita semua sudah tahu: "Bapak orang percaya". Mari hidup setia percaya, beriman dan saleh melakukan tiap tugas panggilan Tuhan, di manapun dan dalam bentuk apapun ibu/bpk/sdri/sdr dipakai-Nya menjadi berkat bagi tetangga, untuk Jakarta, bagi Indonesia dan bahkan menjadi saluran berkat untuk dunia. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Hidup Saleh ketika Menghadapi Tantangan & Godaan Hidup (Matius 4: 1-11)
Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4: 4)
Ada modus operandi yang sama diterapkan Iblis dalam peristiwa Adam dan Hawa, dengan peristiwa pencobaan Tuhan Yesus Kristus di padang gurun. Keduanya sama-sama dijanjikan kedudukan, kuasa dan sanjungan. Namun perbedaannya, Adam dan Hawa tergiur, sebaliknya, Tuhan Yesus menentang keinginan Iblis bahkan menaklukkannya! Iblis memakai kesempatan pada saat Dia lapar setelah berpuasa untuk mengajukan tawarannya (ayat 2). Iblis mengira jika lapar maka Diaa akan melakukan tindakan yang Iblis harapkan, yang dapat dimanfaatkan Iblis sebagai "pintu" penaklukan Iblis.
Iblis melancarkan tiga kali penawaran yang dibalut tampilan menyenangkan. Pertama, penawaran kebutuhan jasmani yang masuk melalui kebutuhan hidup Tuhan Yesus (ayat 3). Kedua, penawaran untuk demonstrasi kekuasaan-Nya kepada dunia (ayat 5-6). Ketiga, penawaran peralihan kepemilikan dunia dari Iblis kepada Yesus (ayat 8). Ketiga penawaran Iblis itu dipatahkan Tuhan Yesus dengan mengutip firman yang dilandasi atas kebergantungan mutlak kepada Bapa-Nya (ayat 4, 7 & 10), yang kita lebih kenal dengan istilah: Kesalehan.
Hiduplah saleh. Setiap hari kita dihadapkan berbagai tantangan dan godaan hidup, yang lebih banyak menyesatkan. Sekalipun, pengorbanan nyawa telah Tuhan Yesus berikan, namun masih saja kita bisa tergoda rayuan Iblis. Mari jadi kuat dan teguh, mari hidup saleh, bergantung hanya kepada Allah di dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Selamat memasuki Minggu Pra-Paskah I semua umat-jemaat GKJ Nehemia. Tuhan memberkati ibu. bapak dan saudari/a semua. Selamat terus menjadi saluran berkat-Nya kepada sesama manusia. Tetap setia berjuang hidup dalam kesalehan Tuhan. Amin.
Ada modus operandi yang sama diterapkan Iblis dalam peristiwa Adam dan Hawa, dengan peristiwa pencobaan Tuhan Yesus Kristus di padang gurun. Keduanya sama-sama dijanjikan kedudukan, kuasa dan sanjungan. Namun perbedaannya, Adam dan Hawa tergiur, sebaliknya, Tuhan Yesus menentang keinginan Iblis bahkan menaklukkannya! Iblis memakai kesempatan pada saat Dia lapar setelah berpuasa untuk mengajukan tawarannya (ayat 2). Iblis mengira jika lapar maka Diaa akan melakukan tindakan yang Iblis harapkan, yang dapat dimanfaatkan Iblis sebagai "pintu" penaklukan Iblis.
Iblis melancarkan tiga kali penawaran yang dibalut tampilan menyenangkan. Pertama, penawaran kebutuhan jasmani yang masuk melalui kebutuhan hidup Tuhan Yesus (ayat 3). Kedua, penawaran untuk demonstrasi kekuasaan-Nya kepada dunia (ayat 5-6). Ketiga, penawaran peralihan kepemilikan dunia dari Iblis kepada Yesus (ayat 8). Ketiga penawaran Iblis itu dipatahkan Tuhan Yesus dengan mengutip firman yang dilandasi atas kebergantungan mutlak kepada Bapa-Nya (ayat 4, 7 & 10), yang kita lebih kenal dengan istilah: Kesalehan.
Hiduplah saleh. Setiap hari kita dihadapkan berbagai tantangan dan godaan hidup, yang lebih banyak menyesatkan. Sekalipun, pengorbanan nyawa telah Tuhan Yesus berikan, namun masih saja kita bisa tergoda rayuan Iblis. Mari jadi kuat dan teguh, mari hidup saleh, bergantung hanya kepada Allah di dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Selamat memasuki Minggu Pra-Paskah I semua umat-jemaat GKJ Nehemia. Tuhan memberkati ibu. bapak dan saudari/a semua. Selamat terus menjadi saluran berkat-Nya kepada sesama manusia. Tetap setia berjuang hidup dalam kesalehan Tuhan. Amin.
Tidak Menafsirkan Kitab Suci Menurut Kehendak Sendiri (2 Petrus 1: 16-21)
"Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri," (2 Petrus 1: 20)
Salam "Nehemia Membangun Jilid 2" Fenomena "perang hoax" (saling menyebarkan berita bohong) belakangan ini sudah agak "mereda". Namun itu bukan berarti kita semua sudah bebas dan imun / kebal dari penyakit pemaksaan kehendak orang atau pihak lain melalui berita-berita palsu, mempengaruhi, demi mengikuti keinginan si penyebar hoax. Sebab secara mendasar, setiap manusia sesungguhnya tiap hari "berperang" dengan keinginan dan kehendaknya sendiri!
Karena itulah kita membutuhkan Kebenaran. Kebenaran dari Allah, salah satunya melalui (Firman) Nubuatan-Nya! "Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah." (ayat 21). Kita butuh yang asli bukan palsu, kita lebih perlu yang original bukan kw bukan abal-abal, dan kita selalu butuh yang murni bukan kebohongan. Apalagi jangan menjadi pelaku hoax alkitabiah, maksud saya: Jangan menafsirkan Kitab Suci (Firman-Nya) menurut kehendak sendiri!
Begitu pula, khususnya berhubungan dengan Nehemia Membangun Jilid 2, saya mau menegaskan (dan ini asli) bahwa: Kita membangun karena kebutuhan ruang pelayanan dan kegiatan berjemaat. Kita membangun adalah juga membantu sahabat-sahabat (gereja dan masyarakat lain). Dan terakhir yang lebih penting (dan sekali lagi asli): Kita terutama membangun iman, pengharapan dan kasih sebagai gereja yang selalu diberkati-Nya dengan ajaib! Siapapun umat yang hidup dalam Kristus, mempercayakan seluruh hidupnya pada pemeliharaan Allah, pasti mengalami pengalaman-pengalaman (mungkin tidak sama persis tetapi) seperti yang dialami Petrus dan rasul lainnya dalam konteks bacaan 2 Petrus ini. Melihat dan mengalami Tuhan dengan karya kemuliaan-Nya. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Salam "Nehemia Membangun Jilid 2" Fenomena "perang hoax" (saling menyebarkan berita bohong) belakangan ini sudah agak "mereda". Namun itu bukan berarti kita semua sudah bebas dan imun / kebal dari penyakit pemaksaan kehendak orang atau pihak lain melalui berita-berita palsu, mempengaruhi, demi mengikuti keinginan si penyebar hoax. Sebab secara mendasar, setiap manusia sesungguhnya tiap hari "berperang" dengan keinginan dan kehendaknya sendiri!
Karena itulah kita membutuhkan Kebenaran. Kebenaran dari Allah, salah satunya melalui (Firman) Nubuatan-Nya! "Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah." (ayat 21). Kita butuh yang asli bukan palsu, kita lebih perlu yang original bukan kw bukan abal-abal, dan kita selalu butuh yang murni bukan kebohongan. Apalagi jangan menjadi pelaku hoax alkitabiah, maksud saya: Jangan menafsirkan Kitab Suci (Firman-Nya) menurut kehendak sendiri!
Begitu pula, khususnya berhubungan dengan Nehemia Membangun Jilid 2, saya mau menegaskan (dan ini asli) bahwa: Kita membangun karena kebutuhan ruang pelayanan dan kegiatan berjemaat. Kita membangun adalah juga membantu sahabat-sahabat (gereja dan masyarakat lain). Dan terakhir yang lebih penting (dan sekali lagi asli): Kita terutama membangun iman, pengharapan dan kasih sebagai gereja yang selalu diberkati-Nya dengan ajaib! Siapapun umat yang hidup dalam Kristus, mempercayakan seluruh hidupnya pada pemeliharaan Allah, pasti mengalami pengalaman-pengalaman (mungkin tidak sama persis tetapi) seperti yang dialami Petrus dan rasul lainnya dalam konteks bacaan 2 Petrus ini. Melihat dan mengalami Tuhan dengan karya kemuliaan-Nya. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Kamu adalah Bait Allah! (1 Korintus 3: 16-17)
"Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1 Korintus 3: 16)
Bersyukur kepada Tuhan, untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 15 Februari 2017 lalu berjalan dengan baik. Termasuk dan khususnya untuk DKI Jakarta. Ada kemungkinan dilakukan Pilkada putaran kedua (rencana pemungutan suara dilakukan tanggal 19 April 2017 - sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/16/). Namun di atas semuanya, yang terpenting menurut saya adalah Indonesia harus semakin erat bersatu, tidak mudah terprovokasi, tidak ada perpecahan, dan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia benar-benar menjadi tempat berbagai perbedaan dapat hidup bersama, dengan damai sejahtera.
Refleksinya, Jakarta kurang-lebih seperti Korintus, ibukota propinsi Akhaya, pelabuhan penting Yunani di konteks perikop kita kali ini. Terkenal dengan peradaban dan perdagangan yang maju dan makmur. Namun setelah Paulus meninggalkan Jemaat Korintus, masuklah pengaruh-pengaruh negatif, ditambah terjadi provokatif di antara umat. Muncul saling iri, curiga di antara umat, lalu bersungut-sungut, berbantahan, perselisihan dan bahkan terjadilah perpecahan (ada golongan Paulus, Kefas, Apolos, dan lainnya).
Rasul Paulus melalui suratnya menegur sekaligus mengajarkan ulang: "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (ayat 16). Jika kita adalah bait Allah, mari hidup dengan standar sebagai "Bait Allah". Tidak melakukan apa yang memisahkan kita dari Allah, atau mengotori, menajiskan, dan membuat kita tidak layak dipakai-Nya. Menjadi saluran cinta kasih Allah di tengah berbagai perbedaan dunia, bagi semua rakyat Indonesia (suku, bangsa, budaya, ras dan bahkan agama apapun) melalui diri, tubuh dan tingkah laku kita. Dimulai dalam: kehidupan persekutuan gereja, serta kebersamaan tiap anggota keluarga sebagai "Bait Allah". Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Bersyukur kepada Tuhan, untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 15 Februari 2017 lalu berjalan dengan baik. Termasuk dan khususnya untuk DKI Jakarta. Ada kemungkinan dilakukan Pilkada putaran kedua (rencana pemungutan suara dilakukan tanggal 19 April 2017 - sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2017/02/16/). Namun di atas semuanya, yang terpenting menurut saya adalah Indonesia harus semakin erat bersatu, tidak mudah terprovokasi, tidak ada perpecahan, dan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia benar-benar menjadi tempat berbagai perbedaan dapat hidup bersama, dengan damai sejahtera.
Refleksinya, Jakarta kurang-lebih seperti Korintus, ibukota propinsi Akhaya, pelabuhan penting Yunani di konteks perikop kita kali ini. Terkenal dengan peradaban dan perdagangan yang maju dan makmur. Namun setelah Paulus meninggalkan Jemaat Korintus, masuklah pengaruh-pengaruh negatif, ditambah terjadi provokatif di antara umat. Muncul saling iri, curiga di antara umat, lalu bersungut-sungut, berbantahan, perselisihan dan bahkan terjadilah perpecahan (ada golongan Paulus, Kefas, Apolos, dan lainnya).
Rasul Paulus melalui suratnya menegur sekaligus mengajarkan ulang: "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (ayat 16). Jika kita adalah bait Allah, mari hidup dengan standar sebagai "Bait Allah". Tidak melakukan apa yang memisahkan kita dari Allah, atau mengotori, menajiskan, dan membuat kita tidak layak dipakai-Nya. Menjadi saluran cinta kasih Allah di tengah berbagai perbedaan dunia, bagi semua rakyat Indonesia (suku, bangsa, budaya, ras dan bahkan agama apapun) melalui diri, tubuh dan tingkah laku kita. Dimulai dalam: kehidupan persekutuan gereja, serta kebersamaan tiap anggota keluarga sebagai "Bait Allah". Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Selalu Melekat pada Tuhan (Ulangan 30: 15-20)
"dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka." (Ulangan 30: 20)
Isu beredarnya Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) ganda di Media sosial (Medsos), semakin berhembus kencang jelang Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 15 Februari 2017, beberapa hari lagi. Pemerintah menyatakan beredarnya gambar e-KTP dengan foto orang yang sama namun NIK dan alamat berbeda itu adalah hoax (berita bohong). Hal ini penting, tidak hanya agar situasi jelang Pilkada tetap kondusif. Tetapi juga secara mendasar e-KTP adalah bukti identitas seorang warga negara Indonesia.
Selain identitas sebagai rakyat Indonesia, sebagai orang percaya pada-Nya maka identitas kita adalah anak-anak Tuhan Allah. Nabi Musa mengingatkan hal tersebut kepada segenap orang Israel di konteks Ulangan 30 ini. Bahwa berkat dan/dengan ketaatan tidak bisa dipisahkan. Sebagaimana halnya pemberontakan dan/dengan kutuk juga tidak terpisahkan.
Musa mengakhiri perjanjian berkat atau kutuk itu dengan ajakan dalam perintah: "karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya" (ayat 16). Anda ingin hidupmu selalu diberkati? Mari menjadi anak-anak Tuhan yang selalu melekat pada-Nya. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Isu beredarnya Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) ganda di Media sosial (Medsos), semakin berhembus kencang jelang Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 15 Februari 2017, beberapa hari lagi. Pemerintah menyatakan beredarnya gambar e-KTP dengan foto orang yang sama namun NIK dan alamat berbeda itu adalah hoax (berita bohong). Hal ini penting, tidak hanya agar situasi jelang Pilkada tetap kondusif. Tetapi juga secara mendasar e-KTP adalah bukti identitas seorang warga negara Indonesia.
Selain identitas sebagai rakyat Indonesia, sebagai orang percaya pada-Nya maka identitas kita adalah anak-anak Tuhan Allah. Nabi Musa mengingatkan hal tersebut kepada segenap orang Israel di konteks Ulangan 30 ini. Bahwa berkat dan/dengan ketaatan tidak bisa dipisahkan. Sebagaimana halnya pemberontakan dan/dengan kutuk juga tidak terpisahkan.
Musa mengakhiri perjanjian berkat atau kutuk itu dengan ajakan dalam perintah: "karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya" (ayat 16). Anda ingin hidupmu selalu diberkati? Mari menjadi anak-anak Tuhan yang selalu melekat pada-Nya. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Anak Tuhan yang Tetap Berguna bagi Kehidupan (Matius 5: 13-16)
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang." (Matius 5: 13)
Apakah hidupku sudah berguna? Apakah hidup kita sudah berguna? Pertanyaan sejenis ini selalu penting untuk kita jawab. Berguna artinya berfaedah, bermanfaat, dan mendatangkan kebaikan (kbbi). Bukan untuk diri sendiri saja, tetapi untuk orang lain dan kehidupan bersama. Salah satu contoh kasus sempat ramai dipermasalahkan di Indonesia beberapa hari ini, adalah ucapan (kata-kata) dan sikap yang dilakukan salah seorang calon gubernur DKI Jakarta kepada seorang Ketua umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga sebagai Rais Amm NU (Nahdlatul 'Ulama), satu organisasi Islam besar di Indonesia.
Sudah saling meminta dan memberikan maaf: "Saya meminta maaf kepada KH. M.A. apabila terkesan memojokkan beliau, kata pria yang akrab disapa A itu dalam keterangan tertulisnya", Rabu (1/2/2017) (Kompas.com 1 Feb 2017), demikian pula sebaliknya KH. M.A. telah memaafkan. Namun dari peristiwa ini, banyak sekali pelajaran dan refleksi bisa kita dapatkan, bahwa sebagai anak Tuhan kita selalu ditantang untuk tetap dan semakin berguna. "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang". (ayat 13).
Firman Tuhan harus nyata dalam hidup kita. Mari perjuangkan nilai serta ajaran Kasih, dan gaya hidup Kristiani, seberat apapun. Jadilah peka dan tolak segala tindakan yang tidak sesuai dengan kebenaran firman-Nya. Baik melalui ucap kata, sikap dan segala perbuatan kita, untuk kebaikan orang lain (suku, budaya, ras, bangsa dan agama apapun) dan berguna bagi kehidupan bersama. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Apakah hidupku sudah berguna? Apakah hidup kita sudah berguna? Pertanyaan sejenis ini selalu penting untuk kita jawab. Berguna artinya berfaedah, bermanfaat, dan mendatangkan kebaikan (kbbi). Bukan untuk diri sendiri saja, tetapi untuk orang lain dan kehidupan bersama. Salah satu contoh kasus sempat ramai dipermasalahkan di Indonesia beberapa hari ini, adalah ucapan (kata-kata) dan sikap yang dilakukan salah seorang calon gubernur DKI Jakarta kepada seorang Ketua umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga sebagai Rais Amm NU (Nahdlatul 'Ulama), satu organisasi Islam besar di Indonesia.
Sudah saling meminta dan memberikan maaf: "Saya meminta maaf kepada KH. M.A. apabila terkesan memojokkan beliau, kata pria yang akrab disapa A itu dalam keterangan tertulisnya", Rabu (1/2/2017) (Kompas.com 1 Feb 2017), demikian pula sebaliknya KH. M.A. telah memaafkan. Namun dari peristiwa ini, banyak sekali pelajaran dan refleksi bisa kita dapatkan, bahwa sebagai anak Tuhan kita selalu ditantang untuk tetap dan semakin berguna. "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang". (ayat 13).
Firman Tuhan harus nyata dalam hidup kita. Mari perjuangkan nilai serta ajaran Kasih, dan gaya hidup Kristiani, seberat apapun. Jadilah peka dan tolak segala tindakan yang tidak sesuai dengan kebenaran firman-Nya. Baik melalui ucap kata, sikap dan segala perbuatan kita, untuk kebaikan orang lain (suku, budaya, ras, bangsa dan agama apapun) dan berguna bagi kehidupan bersama. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Hidup dalam Hikmat Allah, bukan Hikmat Dunia (1 Korintus 1: 18-31)
"Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan?" (1 Korintus 1: 20)
Kemarin ada Hakim ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Semua pihak terkaget-kaget (lagi), di tengah krisis dan pergumulan rakyat Indonesia, serta upaya pemerintah memberantas pungli dan korupsi, seorang Hakim Mahkamah Konstitusi tertangkap tangan melakukannya. Dari Tempo.co diberitakan demikian, "PA diduga menerima suap sebesar Sin$ 200 ribu dari pengusaha impor daging, BH. KPK menduga BH memberikan suap itu karena uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 dapat mengancam kelancaran bisnis impor dagingnya. Pada perkara ini KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah PA, BH dan sekretarisnya Ng F, serta seorang swasta bernama K" (https://m.tempo.co/read.., diakses 27 Januari 2017).
Selain berita ott (operasi tangkap tangan) tersebut, penting untuk kita refleksikan: Rupanya sang pemberi suap bukanlah orang yang menggugat/tergugat sejak awal atas uji materi. Tetapi "karena uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 dapat mengancam kelancaran bisnis impor dagingnya". Perhatikan, ketakutan karena mengandalkan "kedagingannya" dalam urusan bisnis dagingnya! Mari umat yang bekerja, berdagang dan berbisnis, serta apapun yang kita lakukan di keseharian, jangan hidup melulu mengandalkan hikmat dunia / "kedaginganmu" (dari kata Yunani "sarx" artinya "daging", Hidup dibawah kendali nafsu, keserakahan manusia dan melakukanyang tidak sesuai Firman Allah). Tetapi mari hiduplah dalam Hikmat Allah. Hidup dalam Kristus saja, sebab: "...Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah" (ayat 24). Setialah memohon dalam doa dan terus mengandalkan kekuatan Hikmat Allah yang nyata bisa mengalahkan dosa dan maut.
Mari ucapkan dan lebih banyak berbuat baik serta berbuat benar seperti bunyi ayat 25, "sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia". Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Kemarin ada Hakim ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Semua pihak terkaget-kaget (lagi), di tengah krisis dan pergumulan rakyat Indonesia, serta upaya pemerintah memberantas pungli dan korupsi, seorang Hakim Mahkamah Konstitusi tertangkap tangan melakukannya. Dari Tempo.co diberitakan demikian, "PA diduga menerima suap sebesar Sin$ 200 ribu dari pengusaha impor daging, BH. KPK menduga BH memberikan suap itu karena uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 dapat mengancam kelancaran bisnis impor dagingnya. Pada perkara ini KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah PA, BH dan sekretarisnya Ng F, serta seorang swasta bernama K" (https://m.tempo.co/read.., diakses 27 Januari 2017).
Selain berita ott (operasi tangkap tangan) tersebut, penting untuk kita refleksikan: Rupanya sang pemberi suap bukanlah orang yang menggugat/tergugat sejak awal atas uji materi. Tetapi "karena uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 dapat mengancam kelancaran bisnis impor dagingnya". Perhatikan, ketakutan karena mengandalkan "kedagingannya" dalam urusan bisnis dagingnya! Mari umat yang bekerja, berdagang dan berbisnis, serta apapun yang kita lakukan di keseharian, jangan hidup melulu mengandalkan hikmat dunia / "kedaginganmu" (dari kata Yunani "sarx" artinya "daging", Hidup dibawah kendali nafsu, keserakahan manusia dan melakukanyang tidak sesuai Firman Allah). Tetapi mari hiduplah dalam Hikmat Allah. Hidup dalam Kristus saja, sebab: "...Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah" (ayat 24). Setialah memohon dalam doa dan terus mengandalkan kekuatan Hikmat Allah yang nyata bisa mengalahkan dosa dan maut.
Mari ucapkan dan lebih banyak berbuat baik serta berbuat benar seperti bunyi ayat 25, "sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia". Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Tidak Mau lagi Hidup dalam Kegelapan (Yesaya 9: 1-6)
"Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar." (Yesaya 9: 1)
Post Tenebras Lux! Kalimat yang terpampang depan tembok Reformasi di Jenewa itu artinya, "Sesudah kegelapan, terang!" Manusia dan Gereja di zaman Reformasi dibawa kembali kepada semangat mencari Terang dan kebenaran.
Sesudah kesuraman, dari konteks sejarah, ini menunjuk keberdosaan Ahas mewakili ketidakberimanan umat, mereka dihukum-Nya lewat Asyur. Nanti akan bangkit Hizkia, putra Ahas, yang percaya penuh kepada Tuhan.
Mari sekarang hiduplah hanya dalam kebenaran, terang, kejujuran dan kasih yang nyata! Nubuat Yesaya ini ditujukan juga untuk masa depan yang lebih gemilang, yaitu Mesias, Tuhan Yesus Kristus (ayat 5), Dia sedang menegakkan Kerajaan Allah di bumi hingga kedatangan-Nya kedua kali. Sebab percayalah: kegelapan, kejahatan dan ketidakadilan tidak akan pernah bertahan selamanya. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Post Tenebras Lux! Kalimat yang terpampang depan tembok Reformasi di Jenewa itu artinya, "Sesudah kegelapan, terang!" Manusia dan Gereja di zaman Reformasi dibawa kembali kepada semangat mencari Terang dan kebenaran.
Sesudah kesuraman, dari konteks sejarah, ini menunjuk keberdosaan Ahas mewakili ketidakberimanan umat, mereka dihukum-Nya lewat Asyur. Nanti akan bangkit Hizkia, putra Ahas, yang percaya penuh kepada Tuhan.
Mari sekarang hiduplah hanya dalam kebenaran, terang, kejujuran dan kasih yang nyata! Nubuat Yesaya ini ditujukan juga untuk masa depan yang lebih gemilang, yaitu Mesias, Tuhan Yesus Kristus (ayat 5), Dia sedang menegakkan Kerajaan Allah di bumi hingga kedatangan-Nya kedua kali. Sebab percayalah: kegelapan, kejahatan dan ketidakadilan tidak akan pernah bertahan selamanya. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Kami telah Menemukan Mesias (Yohanes 1: 29-42)
"Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)." (Yohanes 1: 41)
"Selamat mengikuti Perjamuan Kudus ibu/bapak/saudara/saudari semua...," saling mengucap kalimat singkat seperti itu tentu jauh lebih baik dan benar ketimbang tidak bersedia melihat orang-orang kiri-kanan yang hadir di Ibadah Minggu sekarang ini. Atau jauh lebih baik dan lebih benar, dalam keseharian selanjutnya (setelah mengikuti Sakaramen Perjamuan Kudus yang pertama di Tahun 2017) ketimbang jari jempol atau telunjuk kita sibuk bernafsu membagikan berita hoax (berita palsu), lebih baik dan benar melalui tingkah laku serta perbuatan-perbuatan nyata, kita seperti berkata, "aku telah menemukan Mesias". Versi lengkapnya ada di ayat 41, "Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: 'Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)'."
Dalam konsep dan diskusi teologis ungkapan kalimat yang diucapkan Andreas kepada Simon itu bisa panjang-lebar dibicarakan: Baik tentang murid Yohanes Pembaptis dan murid Yesus, atau tentang apakah kita yang menemukan Mesias atau Mesias yang telah menemukan kita? Namun yang jelas, teks dan konteks pembacaan kita saat ini berisi ajakan Andreas kepada saudaranya dengan menceritakan pengalamannya bertemu Kristus (ayat 40-42). Naratif berita sukacita yang segera disiarkan, dan itu menjadi titik balik bagi hidup Simon Petrus, yang di kemudian hari menjadi rasul besar.
Jika setiap Anda sebagai umat GKJ Nehemia, bersama semua orang percaya di Indonesia dan seluruh dunia, rajin memberitakan "perjumpaan dengan Yesus" dan ajaran Kasih-Nya. Akan makin banyak orang yang enggan datang ke gereja namun tidak akan menolak mendengarkannya (apalagi melihat melalui perbuatan) dari kita di keseharian, sebagai teman atau kerabat mereka. Yohanes Pembaptis saat pertama kali berkata, "Lihatlah Anak domba Allah," tidak ada orang yang merespons (ayat 29). Namun ketika ia mengulang perkataan yang sama di hari berikutnya, ada dua orang mengikut Yesus (ayat 35-36). Mari katakan-beritakan terus, dengan lisan namun khususnya dengan perbuatan mengasihi siapapun bahwa: "Kami telah menemukan Mesias". Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
"Selamat mengikuti Perjamuan Kudus ibu/bapak/saudara/saudari semua...," saling mengucap kalimat singkat seperti itu tentu jauh lebih baik dan benar ketimbang tidak bersedia melihat orang-orang kiri-kanan yang hadir di Ibadah Minggu sekarang ini. Atau jauh lebih baik dan lebih benar, dalam keseharian selanjutnya (setelah mengikuti Sakaramen Perjamuan Kudus yang pertama di Tahun 2017) ketimbang jari jempol atau telunjuk kita sibuk bernafsu membagikan berita hoax (berita palsu), lebih baik dan benar melalui tingkah laku serta perbuatan-perbuatan nyata, kita seperti berkata, "aku telah menemukan Mesias". Versi lengkapnya ada di ayat 41, "Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata kepadanya: 'Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)'."
Dalam konsep dan diskusi teologis ungkapan kalimat yang diucapkan Andreas kepada Simon itu bisa panjang-lebar dibicarakan: Baik tentang murid Yohanes Pembaptis dan murid Yesus, atau tentang apakah kita yang menemukan Mesias atau Mesias yang telah menemukan kita? Namun yang jelas, teks dan konteks pembacaan kita saat ini berisi ajakan Andreas kepada saudaranya dengan menceritakan pengalamannya bertemu Kristus (ayat 40-42). Naratif berita sukacita yang segera disiarkan, dan itu menjadi titik balik bagi hidup Simon Petrus, yang di kemudian hari menjadi rasul besar.
Jika setiap Anda sebagai umat GKJ Nehemia, bersama semua orang percaya di Indonesia dan seluruh dunia, rajin memberitakan "perjumpaan dengan Yesus" dan ajaran Kasih-Nya. Akan makin banyak orang yang enggan datang ke gereja namun tidak akan menolak mendengarkannya (apalagi melihat melalui perbuatan) dari kita di keseharian, sebagai teman atau kerabat mereka. Yohanes Pembaptis saat pertama kali berkata, "Lihatlah Anak domba Allah," tidak ada orang yang merespons (ayat 29). Namun ketika ia mengulang perkataan yang sama di hari berikutnya, ada dua orang mengikut Yesus (ayat 35-36). Mari katakan-beritakan terus, dengan lisan namun khususnya dengan perbuatan mengasihi siapapun bahwa: "Kami telah menemukan Mesias". Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Dalam Kekuatan dan Berkat-Nya(Mazmur 29: 1-11)
"TUHAN kiranya memberikan kekuatan kepada umat-Nya, TUHAN kiranya memberkati umat-Nya dengan sejahtera!" (Mazmur 29: 11)
Daud memuliakan seraya memastikan ulang kekuatan dan berkat-berkat dari Allah dalam mazmur kali ini. Kekuatan Firman dinyatakan lebih eksplisit sebagai "Suara Tuhan". Suara menggelegar yang mampu membuat unsur-unsur alam yang menakutkan bagi manusia, tunduk.
Seperti unsur air yang oleh orang zaman dulu dianggap sebagai kuasa kekacauan (ayat 3), gunung-gunung yang dipercaya sebagai tempat bersemayam dewa dewi (ayat 6), dan padang gurun yang diyakini sebagai tempat roh-roh jahat (ayat 8), tidak berdaya menghadapi kekuatan-Nya.
Mari tunduk pada kekuatan kasih dan hidup dalam berkat-Nya! Ketundukan kita terwujud pada ketaatan di berbagai aspek menapaki Tahun Baru 2017. Mari lebih aktif (proaktif) mendoakan perdamaian dunia, memperlakukan semua unsur bangsa Indonesia dengan kasih dan keadilan, bahkan lebih berani menjadi saluran berkat di tengah berbagai perbedaan dalam keluarga, gereja dan lingkungan tetangga. Tiap hari, mari jadi duta kekuatan kasih dan berkat Allah. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
Daud memuliakan seraya memastikan ulang kekuatan dan berkat-berkat dari Allah dalam mazmur kali ini. Kekuatan Firman dinyatakan lebih eksplisit sebagai "Suara Tuhan". Suara menggelegar yang mampu membuat unsur-unsur alam yang menakutkan bagi manusia, tunduk.
Seperti unsur air yang oleh orang zaman dulu dianggap sebagai kuasa kekacauan (ayat 3), gunung-gunung yang dipercaya sebagai tempat bersemayam dewa dewi (ayat 6), dan padang gurun yang diyakini sebagai tempat roh-roh jahat (ayat 8), tidak berdaya menghadapi kekuatan-Nya.
Mari tunduk pada kekuatan kasih dan hidup dalam berkat-Nya! Ketundukan kita terwujud pada ketaatan di berbagai aspek menapaki Tahun Baru 2017. Mari lebih aktif (proaktif) mendoakan perdamaian dunia, memperlakukan semua unsur bangsa Indonesia dengan kasih dan keadilan, bahkan lebih berani menjadi saluran berkat di tengah berbagai perbedaan dalam keluarga, gereja dan lingkungan tetangga. Tiap hari, mari jadi duta kekuatan kasih dan berkat Allah. Amin. Pdt. Lusindo Tobing.
GKJ Nehemia Mewujudkan Gereja yang Proaktif bagi Kehidupan (1 Petrus 1: 13-16)
"Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus." (1 Petrus 1: 13)
Kita sangat bersyukur kepada Tuhan Allah, sebagai salah satu gereja-Nya yaitu komunitas orang percaya Gereja Kristen Jawa (GKJ) Nehemia tepat di hari Minggu ini, tanggal 1 Januari 2017 genap berusia 46 tahun. Usia perjalanan yang panjang dari kebersamaan persekutuan umat Allah, serta pertumbuhan iman, pengharapan dan kasih seluruh majelis, komisi, panitia, tim, bebadan dan khususnya seluruh wilayah.
Rasul Petrus dengan bantuan Silas sebagai juru tulisnya menegaskan, bahwa kita adalah umat tebusan Allah yang dilahirkan kembali karena pengorbanan Kristus, penebusan yang mahal dari bayi Natal, Sang Putra Allah. Merespon pengorban-Nya itu, GKJ Nehemia terpanggil menjadi umat-Nya yang kudus (ayat 16), dan mau berupaya menjadi gereja yang proaktif (lebih aktif) taat memberlakukan firman Allah serta berbagi kasih kepada manusia dan seluruh kehidupan (ayat 14). Sepakat untuk tahun baru 2017 semua anggota jemaat, tamu dan simpatisan GKJ Nehemia menjawab panggilan Allah untuk memanifestasikan komunitas kasih karunia Kristus. Mengalir dalam manifestasi lebih nyata sehari-hari.
Mari menjadi GKJ Nehemia yang "lebih baru", GKJ yang hospitable: lebih terbuka dan bersedia bekerjasama dengan sesama gereja-gereja, namun juga dengan Carrefour Lebak Bulus, Pemadam Kebakaran, Point Square, Proyek MRT, dan lain-lain, bahkan lebih indah berkomunikasi dengan pihak berwajib (khususnya kepolisian dan TNI), pelayanan kasih bersama Kelurahan, Kecamatan, Kota dan seterusnya, juga dengan masyarakat dan lembaga masyarakat sekitar dekat lingkungan GKJ Nehemia dan yang jauh sekalipun -di luar Jakarta bahkan di luar negeri-. Lebih rendah hati dan lebih bersyukur atas banyak berkat yang telah dan selalu dikaruniakan Allah, berwujud lebih aktif menjalin kasih persaudaraan dengan berbagai komunitas suku, bangsa, dan bahkan semua agama yang berbeda. GKJ Nehemia proaktif membawa damai-kebahagiaan bagi kehidupan bersama Jakarta, Indonesia dan dunia. "Sugeng Warsa Enggal 2017, Sugeng Ambal Warsa kaping 46 GKJ Nehemia, Gusti mberkahi kita sedaya" (Selamat Tahun Baru 2017, Selamat Ulang Tahun ke-46 GKJ Nehemia, Tuhan memberkati kita semua). Amin. Oleh Pdt. Lusindo YL Tobing, S. Th.
Kita sangat bersyukur kepada Tuhan Allah, sebagai salah satu gereja-Nya yaitu komunitas orang percaya Gereja Kristen Jawa (GKJ) Nehemia tepat di hari Minggu ini, tanggal 1 Januari 2017 genap berusia 46 tahun. Usia perjalanan yang panjang dari kebersamaan persekutuan umat Allah, serta pertumbuhan iman, pengharapan dan kasih seluruh majelis, komisi, panitia, tim, bebadan dan khususnya seluruh wilayah.
Rasul Petrus dengan bantuan Silas sebagai juru tulisnya menegaskan, bahwa kita adalah umat tebusan Allah yang dilahirkan kembali karena pengorbanan Kristus, penebusan yang mahal dari bayi Natal, Sang Putra Allah. Merespon pengorban-Nya itu, GKJ Nehemia terpanggil menjadi umat-Nya yang kudus (ayat 16), dan mau berupaya menjadi gereja yang proaktif (lebih aktif) taat memberlakukan firman Allah serta berbagi kasih kepada manusia dan seluruh kehidupan (ayat 14). Sepakat untuk tahun baru 2017 semua anggota jemaat, tamu dan simpatisan GKJ Nehemia menjawab panggilan Allah untuk memanifestasikan komunitas kasih karunia Kristus. Mengalir dalam manifestasi lebih nyata sehari-hari.
Mari menjadi GKJ Nehemia yang "lebih baru", GKJ yang hospitable: lebih terbuka dan bersedia bekerjasama dengan sesama gereja-gereja, namun juga dengan Carrefour Lebak Bulus, Pemadam Kebakaran, Point Square, Proyek MRT, dan lain-lain, bahkan lebih indah berkomunikasi dengan pihak berwajib (khususnya kepolisian dan TNI), pelayanan kasih bersama Kelurahan, Kecamatan, Kota dan seterusnya, juga dengan masyarakat dan lembaga masyarakat sekitar dekat lingkungan GKJ Nehemia dan yang jauh sekalipun -di luar Jakarta bahkan di luar negeri-. Lebih rendah hati dan lebih bersyukur atas banyak berkat yang telah dan selalu dikaruniakan Allah, berwujud lebih aktif menjalin kasih persaudaraan dengan berbagai komunitas suku, bangsa, dan bahkan semua agama yang berbeda. GKJ Nehemia proaktif membawa damai-kebahagiaan bagi kehidupan bersama Jakarta, Indonesia dan dunia. "Sugeng Warsa Enggal 2017, Sugeng Ambal Warsa kaping 46 GKJ Nehemia, Gusti mberkahi kita sedaya" (Selamat Tahun Baru 2017, Selamat Ulang Tahun ke-46 GKJ Nehemia, Tuhan memberkati kita semua). Amin. Oleh Pdt. Lusindo YL Tobing, S. Th.